NEW YORK CITY – Sekelompok peneliti Barat mengatakan studi baru-baru ini semakin memperkuat keyakinan mereka bahwa virus corona berevolusi secara alami alih-alih berasal dari laboratorium di Wuhan, China.
Meskipun teori kebocoran laboratorium telah dibahas secara luas di beberapa negara, kelompok ilmuwan terkemuka ini menulis di The Lancet, jurnal medis umum mingguan dengan penelaahan sejawat (peer review), bahwa masih belum ada bukti untuk teori itu.
Pada Februari 2020, mereka menepis dugaan asal mula kebocoran laboratorium sebagai “teori konspirasi”, dan mengutip serangkaian makalah akademis untuk mendukung keyakinan mereka bahwa virus corona “berasal dari satwa liar” sebelum menginfeksi jutaan manusia.
“Kami percaya dengan petunjuk terkuat dari bukti baru, kredibel, dan sudah melewati proses penelaahan sejawat dalam literatur ilmiah bahwa virus berevolusi di alam, sementara pendapat kebocoran laboratorium sebagai sumber pandemi masih (berstatus) tanpa bukti yang (dapat) divalidasi secara ilmiah yang secara langsung mendukungnya di jurnal-jurnal ilmiah dengan proses penelaahan sejawat,” tulis mereka pada Senin (5/7).
“Berbagai tuduhan dan dugaan itu tidak membantu, karena tidak memfasilitasi akses ke informasi dan penilaian objektif terhadap jalur dari virus kelelawar menjadi patogen manusia yang mungkin membantu mencegah pandemi di masa depan. Saling tuduh belum, dan tidak akan, mendorong kerja sama dan kolaborasi internasional,” tulis para ahli itu.
Dalam menghadapi spekulasi yang meningkat, para ilmuwan mendesak komentator dan pejabat untuk mundur sejenak dan memberikan bukti jika mereka ingin mendorong teori kebocoran laboratorium, dengan mengatakan, “Sudah waktunya untuk meredakan panasnya retorika dan memulai penyelidikan ilmiah jika kita ingin lebih siap untuk membendung pandemi berikutnya, kapan pun itu datang dan di mana pun itu dimulai.”
Kelompok ilmuwan tersebut adalah Charles H. Calisher, Dennis Carroll, Rita Colwell, Ronald B. Corley, Peter Daszak, dan lain-lain. [Xinhua]