JAKARTA, WB – Diskusi Panel Serial (DPS) seri ke-12 yang digelar Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Aliansi Kebangsaan, dan FKKPI di Merak Room, Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (5/5/2018) pagi mengangkat tema ATHG Dari Dalam Negeri (IPTEK dan Industri).
Hadir dalam diskusi beberapa narasumber, yakni; Prof. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr dan Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Seperti biasa, hadir juga Ketua FKPPI yang sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Pembina YSNB Pontjo Sutowo, serta Ketua Panitia Bersama DPS Iman Sunario, dan Prof. Dr. La Ode Kamaludin yang bertindak sebagai moderator.
Sektor perindustrian merupakan salah satu sektor paling berperan dalam inovasi tentang kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Karena melalui industri inilah dunia usaha berawal dan jadi penggerak bagi suatu bangsa menjadi maju.
Menurut Pontjo Sutowo, sebagaimana di dunia Barat, ternyata tradisi keagamaan juga dapat menjadi salah satu faktor pendorong kemajuan industri.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya kemajuan industri China pada tahun-tahun terakhir ini yang ternyata juga mengembangkan kombinasi antara etika Konfusian yang merupakan sumber nilai dasar masyarakat China dengan semangat kapitalisme dan komunisme dalam bentuk baru yang tercerahkan.
Konsep tersebut menurut Pontjo dapat diterapkan di Indonesia karena agama Islam dianut sebagian besar bangsa Indonesia yang bersahabat dengan dunia perdagangan dan teknologi, sehingga Indonesia dapat menapaki jalan revolusi industrinya seperti China.
“Hanya saja, menjejakan ke jalan revolusi industri, pembangunan industri yang terkait dengan dunia inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi ini tidak dapat dilakukan dengan pendekatan sektoral saja,” ujarnya.
Pontjo memaparkan, kita tidak boleh melupakan pengembangan industri dan teknologi guna dalam menapaki revolusi industri diperlukannya dunia usaha. Dengan dunia usaha tentunya harus punya sentuhan keindonesiaan yang mengedepankan kebersamaan atau gotong royong.
Hal senada disampaikan Prof. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. menurutnya, Indonesia punya potensi untuk mengembangkan teknologi dan industrinya. Apalagi Indonesia tak ketinggalan dalam capaian publikasi ilmiah dan sitasi.
Selama ini jumlah publikasi LIPI dari Januari-November 2017 tercatat sebanyak 1.535 publikasi baik nasional maupun internasional dengan porsi 40% yang diantaranya merupakan publikasi internasional dengan kualitas terbaik. Jumlah sitasi atas publikasi dari peneliti/sivitas LIPI per 30 November 2017 mencapai 161.409 sitasi.
“Selain itu, memberikan perlindungan atau insentif pada pihak yang memanfaatkan teknologi baru hasil negeri sendiri, dan menyediakan infrastruktur atau sarana untuk menguji teknologi baru, untuk interaksi dan sekaligus alih teknologi,” ungkap Bambang Subiyanto.
Sementara itu, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi melalui makalah berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Dalam Membangun Kedaulatan Industri Nasional” mengulas revolusi industri yang diawali dari adanya revolusi industri baja.
Menurut Dirut PT Krakatau Steel ini, Indonesia harus sungguh-sungguh dalam mengelola industri baja agar mampu membangun kedaulatan industri nasional. Apalagi Indonesia punya sumber daya mineral bijih besi dan tembaga yang melimpah.
Mas Wigrantoro menyayangkan pengembangan industri baja belum maksimal. Padahal menurutnya, kebutuhan baja Indonesia sangatlah besar, sehingga industri baja perlu terus mendapat dukungan dan dorongan ke depannya. “Industri baja adalah ibunya semua bentuk industri,” tegasnya. []