JAKARTA, WB – Peneliti Indef Bhima Yudhistira mengingatkan pemanfaatan dana haji untuk pembangunan infrastruktur rentan disalahgunakan, misalnya untuk kepentingan politik jangka pendek.
Penggunaan dana haji harus diawasi dan dikritisi karena rentan disalahgunakan untuk tujuan jangka pendek pemerintah. Ada kekhawatiran Sukuk dana haji dipakai pemerintah untuk membayar sebagian utang yang akan jatuh tempo.
Jumlah utang jatuh tempo pemerintah pusat tahun ini hingga 2019 cukup besar, mencapai Rp 829 triliun. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, rincian utang jatuh tempo itu adalah Rp 222 triliun (tahun 2017), Rp 293 triliun (tahun 2018) dan utang jatuh tempo Rp 314 triliun ( tahun 2019).
Menurut Bhima Yudhistira pengelolaan dana haji untuk infrastruktur bisa saja disalahgunakan untuk kepentingan politik jangka pendek.
“Namun terlepas dari situasi politik, penggunaan dana haji tetap perlu dikritisi karena rentan disalahgunakan untuk tujuan jangka pendek pemerintah. Sebagai contoh, pemerintah dapat membuat aturan turunan pengelolaan dana haji dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk meningkatkan porsi dana haji pada instrumen Sukuk,” katanya, Minggu (6/8/2017).
Kebijakan ini memicu kecemasan yang sangat logis, mengingat 2018-2019 merupakan jatuh tempo utang pemerintah sebesar Rp 810 triliun. Di sisi lain, tren defisit anggaran pemerintah terus melebar bahkan dalam APBN-P 2017 diproyeksi tembus 2,92 persen atau mendekati batas aman 3 persen.
“Pemerintah dikhawatirkan akan menggunakan Sukuk dana haji untuk menutup sebagian utang jatuh tempo tersebut,” katanya.
Untuk itu, menurutnya pemerintah bisa meniru Malaysia dalam pemanfaatan dana haji. Tabung Haji Malaysia membangun aneka properti yang memiliki keuntungan jangka panjang, misalkan Hotel Tabung Haji di Keddah dan Bay Pavilions di Sydney. Sekali lagi bukan membangun infrastruktur, melainkan properti.
“Total jumlah dana haji Malaysia yang tercatat sebesar Rp 198,5 triliun, sebesar 9 persen masuk ke konstruksi atau real estate berupa investasi langsung. Sedangkan 17 persen penempatan dana obligasi juga dimanfaatkan untuk investasi tidak langsung dalam pembangunan properti dan konstruksi,” jelasnya.
Oleh karena itu, solusinya bukan untuk membangun infrastruktur melainkan properti yang dampaknya bisa dirasakan langsung bagi kemaslahatan jemaah haji Indonesia.
“Dana haji dapat digunakan untuk membangun hotel atau apartemen di Mekkah yang bisa digunakan untuk kepentingan jamaah haji sehingga biaya naik haji bisa lebih murah. Adapun saat masa umrah, properti tersebut bisa digunakan untuk kepentingan profit atau komersil sekedar untuk menutup operasional hotel/apartemen,” tutur dia.[]