SURABAYA, WB – Informasi dari intelijen menyebutkan, penyebaran paham yang bertentangan dengan dasar negara sangat masiv dilakukan di lingkungan kampung. Menyikapi itu, rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof Joni Hermana melarang propaganda khilafah di kampus tersebut agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi, khususnya bagi umat Islam.
“Dalam menjalani kehidupan di Indonesia, ada dua pegangan yang menjadi acuan bagi kehidupan yakni berkebangsaan (ragawi, horizontal, habluminannas) dan berkeagamaan (ruhani, vertikal, habluminallah),” kata Joni, di Surabaya, Rabu (7/6/2017).
Sebenarnya saat kita bicara kebangsaan ada dua pegangan yang digunakan, yaitu landasan konstitusional (UUD 1945) dan landasan ideologi (Pancasila). Namun untuk kehidupan berkeagamaan, khususnya umat Islam, juga terdapat dua pegangan yaitu Al Quran dan hadis.
“Artinya, kita wajib mengikuti kedua pegangan itu secara horizontal dan vertikal sekaligus, sebab jika melanggar salah satunya, kita akan mendapat konsekuensi hukum. Untuk urusan kebangsaan maka negara akan memberi sanksi, sementara untuk urusan keberagamaan, maka Allah SWT yang akan menjadi Penghukumnya,” ujar Joni.
Sejak kita lahir di Indonesia, semua hal yang berkaitan dengan ketentuan hukum di Indonesia langsung berlaku, termasuk pengamalan ideologi kebangsaan, yaitu Pancasila, dan konstitusi negara kita yaitu UUD 1945 yang sudah menjadi kesepakatan bersama.
Menurut Joni, apapun yang bertentangan dengan prinsip yang berlaku di negara ini, tidak boleh dipaksakan untuk diterapkan. Apalag penerapannya itu melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan.
“Contohnya, apabila seseorang berkeyakinan bahwa prinsip khilafah lebih baik daripada prinsip demokrasi yang saat ini berlaku di negara kita, maka hal ini bisa mempunyai dampak hukum apabila disampaikan dengan cara yang salah,” tegasnya.
Apabila keyakinan itu kemudian disampaikan secara terbuka dengan mengajak orang lain untuk meninggalkan demokrasi dan menggantinya dengan khilafah, menurut Joni itu bisa dikategorikan melawan negaranya sendiri dan bisa dianggap makar.
Kampus ITS sebagai lembaga pendidikan tinggi milik pemerintah harus patuh dan menjalankan apa yang menjadi landasan yang telah disepakati secara nasional untuk berkehidupan kebangsaan.
“Karenanya kami tidak akan membiarkan kegiatan apapun yang dengan alasan apapun bertentangan dengan landasan yang berlaku tersebut,” janjinya.
Joni juga melarang mahasiswa dengan atribut ITS meneriakkan dan mengajak mahasiswa lain melawan negaranya sendiri. Jika dilakukan, hal itu berarti pengingkaran terhadap janji dan kesepakatan sebagai warga negara. “Karena itu, harus ditindak dan dicegah,” katanya.
Joni menggaris bawahi sikapnya itu buan karena dia menyalahkan ajaran agama, tetapi dia ingin mengoreksi kegiatannya yang menyimpang. “Tidak sama sekali. Sebab yang saya cegah dan tindak adalah kegiatan melawan hukum yang dilakukan di wilayah yuridiksi Indonesia. Itu saja,” tandasnya. []