JAKARTA, WB – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tetap pada pendiriannya mendukung pemerintah dan berada di garis terdepan dalam upaya memberantas perkembangan paham anti Pancasila dan mengancam keutuhan bangsa dan negara.
Sekretaris Jenderal (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyatakan, organisasinya tetap konsisten mendukung langkah pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Apa yang menjadi misi HTI itu bertentangan dengan Pancasila dan NKRI,” ujarnya.
NU menurut Helmy, memiliki pandangan sama dengan pemerintah tentang organisasi pengusung khilafah itu. Indonesia sebagai negara hukum memang mengharuskan pemerintah menempuh jalur pengadilan untuk membubarkan HTI. NU pun mendukung langkah pemerintah yang menempuh jalur hukum.
Bagaimana dengan klaim HTI sebagai gerakan dakwah yang damai? Helmy tetap menilai pandangan HTI tentang dasar negara tak sejalan dengan konstitusi. Bahkan bisa memecah belah umat.
“Bahwa konsep negara Pancasila adalah sistem yang mereka sebut pengafiran, thogut, karena memutus mata rantai khilafah Utsmani di Turki. Dan mereka sebut orang tua kita semuanya adalah kafir dan menurut saya, ini akan menimbulkan persoalan,” tambahnya.
Menurutnya, sekarang ini sudah ada sekitar 10 juta orang di Indonesia sudah tercuci otaknya dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Bahkan mereka setuju dengan gerakan seperti ISIS,
ujar Helmy.
Paham seperti ini, lanjut dia, memiliki pola tersendiri dalam menyampaikan atau merekrut anggota baru. Mereka justru menyasar ke masyarakat di perkotaan, bukan di pedesaan.
“Kita bisa membandingkan khotbah-khotbah Jumat di perkampungan, tidak ada yang mengajak, katakanlah dengan nada keras. Semua mengajak persatuan dan kesatuan. Kalau di perkotaan, bahkan di masjid-masjid pemerintah, masjid BUMN, itu justru khotibnya keras-keras itu,” kata Helmy.
Menurut dia, gerakan-gerakan ini harus mendapat penanganan dan terapi khusus. Seperti gerakan HTI berpotensi menimbulkan kekerasan dan memecah belah umat.
Inilah yang justru ingin diubah HTI. Mereka justru mempertanyakan mengapa tidak sistem khilafah saja yang digunakan di Indonesia. Padahal, kondisi ekonomi saat ini merupakan perjalanan panjang negara yang harus ditangani bersama.
“Kalau sudah begitu, sedikit lagi kan sudah tinggal menganggap halal darahnya bagi orang-orang yang tidak sepaham. Ini jelas sekali,” pungkas Helmy.[]