JAKARTA, WB – Pengamat Intelijen, Prayitno Ramelan berpandangan bahwa, Pangkalan Udara Militer sebagai “civil enclave” tidaklah salah, karena kondisi di Indonesia yang memang memiliki keterbatasan, sehingga masih memerlukan pangkalan udara militer untuk pengoperasian penerbangan swasta.
Namun dirinya tidak sepakat jika, penggunaan Lanud Halim sebagai Pangkalan Induk terpenting di Ibukota, dalam pengelolaannya akan diatur oleh penerbangan sipil. Prayitno mencatat, hal tersebut akan berdampak rawan atas pemberlakuan civil enclave terhadap Lanud Halim Perdanakusuma, serta pengamanan “Military Air Force Base” yang mungkin akan mengganggu kepentingan pertahanan untuk tujuan Keamanan Nasional di masa mendatang.
“Secara umum memang ditetapkannya Lanud Halim sebagai enclave sipil jelas sudah melalui pertimbangan tertentu oleh Dirjen Perhubungan Udara serta TNI AU, dan pemerintah pada umumnya,” ujar Prayitno, Senin (26/10/2015).
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen Udara ini menambahkan, pertimbangan penggunaan kembali Lanud Halim sebagai dengan status enclave sipil lebih di titik beratkan kepada kebutuhan komersial meningkatnya penggunaan pesawat terbang sebagai moda transportasi.
“Kita pahami bahwa kemampuan Bandara Soekarno Hatta sangat terbatas dan mulai penuh sesak, dikaitkan dengan tingginya frekwensi penerbangan yang semakin berkembang. Oleh karena itu yang termudah dan jalan tersingkat, para operator mampu me lobi regulator untuk menetapkan Halim sebagai alternative sekunder untuk segera dimanfaatkan,” katanya.
Namun yang menjadi perhatian dalam rencana tersebut lanjut Prayitno adalah apakah para pemangku serta pemegang amanah sudah memikirkan lebih jauh ada aspek strategis yang suatu saat akan merugikan dan bahkan mengancam tidak hanya fasilitas militer dalam kaitan pertahanan Negara, tetapi dapat mengancam Negara secara utuh. Ia melanjutkan, para operator serta regulator mesti memahami perkembangan situasi dan kondisi kawasan yang akan berdampak serius terhadap Lanud Halim Perdanakusuma.
Save Air Force Base (Halim PK), lanjut Prayitno, sebenarnya dalam arti luas adalah save Indonesia, tidak hanya bertahan dengan hasil MOU antara PT ATS dengan Inkopau, karena Inkopau hanyalah sebuah sub system kecil dari TNI AU. Pemikiran secara sektoral yang kini terjadi menunjukkan bahwa kepentingan bisnis jauh lebih besar nilainya dibandingkan dengan kepentingan pertahanan Negara.
“Kepentingan militer untuk sebuah keselamatan negara mestinya berada pada tataran tingkat teratas, dimana kepentingan-kepentingan lainnya berada dibawahnya,” tandanya.[]