JAKARTA, Ketika para pemimpin dunia berkumpul di Asia Tenggara untuk menghadiri dua pertemuan global tingkat tinggi pekan ini, masyarakat internasional berharap mereka dapat menyatukan kebijaksanaan mereka dan meningkatkan upaya untuk mengatasi sederet tantangan bersama yang mendesak serta memetakan jalur menuju pemulihan global dan pembangunan bersama.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 20 (G20) ke-17 akan diselenggarakan pada Selasa (15/11) dan Rabu (16/11) di pulau resor Bali. KTT tersebut akan disusuli dengan Pertemuan Pemimpin Ekonomi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) ke-29 di Bangkok, ibu kota Thailand.
Di hadapan krisis yang bertumpang-tindih, seperti pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung, ketegangan geopolitik yang semakin intens, ekonomi global yang rapuh, dan meningkatnya masalah iklim, membangun konsensus dan meningkatkan koordinasi di antara semua negara, terutama ekonomi-ekonomi utama dunia, untuk memimpin upaya global akan menjadi fokus utama dalam kedua pertemuan tersebut. Sementara itu, terdapat seruan mendesak untuk respons global kolektif yang kuat, dikelola dengan baik, dan seimbang terhadap tantangan-tantangan ini.
Sebagaimana telah diamati oleh para ahli, untuk mengatasi kesulitan, anggota G20 dan APEC perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang efektif dan mengambil langkah bersama untuk memfasilitasi kerja sama. Mereka juga mengharapkan peran yang lebih besar dan lebih positif yang dapat dimainkan China dalam mewujudkan pembangunan global yang kuat, berkelanjutan, inklusif, dan seimbang.
Foto yang diabadikan pada 12 November 2022 ini menunjukkan logo KTT G20 di luar Apurva Kempinski, venueutama KTT tersebut di Bali. (Xinhua/Wang Yiliang)
SOLIDARITAS DIBUTUHKAN LEBIH DARI SEBELUMNYA
Di seluruh dunia, virus corona masih terus menyebar, sementara ekonomi global tertatih-tatih menuju jurang resesi yang berpotensi terjadi. Semakin memperburuk keadaan, dunia juga menyaksikan adanya upaya yang semakin meningkat untuk membentuk blok-blok eksklusif, menuntut dilakukannya pemisahan, dan memicu konfrontasi, yang telah sangat merusak solidaritas global dan menghambat kerja sama internasional.
Dalam wawancara baru-baru ini dengan Xinhua, mantan perdana menteri (PM) Jepang Yukio Hatoyama mengatakan dunia saat ini menghadapi berbagai kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan nasib negara-negara di seluruh dunia saling terkait, dengan krisis yang terjadi di satu negara berdampak pada negara lain.
Pada saat kritis ini, negara-negara anggota G20 dan APEC, yang keduanya merupakan platform utama untuk kerja sama ekonomi internasional, perlu menyikapi dua pertemuan tersebut sebagai kesempatan untuk menjembatani berbagai perbedaan, meningkatkan komunikasi, menempa konsensus global, dan bekerja dalam persatuan.
Guna menghadapi berbagai tantangan dengan lebih baik, negara-negara tersebut didesak untuk mengambil sejumlah tindakan bersama untuk meningkatkan tata kelola global, memperkuat koordinasi satu sama lain di sejumlah bidang seperti memerangi pandemi, kebijakan ekonomi makro, fasilitasi perdagangan, investasi dan perubahan iklim, serta menjaga stabilitas sistem ekonomi global.
G20, yang terdiri dari kekuatan industri utama dunia dan emerging economyserta mewakili lebih dari 80 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, lebih dari 75 persen perdagangan internasional, dan sekitar dua pertiga populasi dunia, harus mengambil alih kepemimpinan dan memikul lebih banyak tanggung jawab, seperti yang pernah dilakukan oleh G20 pascakrisis keuangan tahun 2008.
Seorang staf memuatkan sebuah peti kemas kargo milik China Railway Express ke kereta di Malaszewicze, Polandia, pada 15 Oktober 2021. (Xinhua/Zhou Nan)
“Saat ini kita membutuhkan kerja sama internasional di semua bidang ini lebih dari sebelumnya, akan tetapi kondisi kerja sama internasional sekarang terbatas,” kata Peter Drysdale, kepala Biro Riset Ekonomi Asia Timur di Australian National University.
Sangatlah penting untuk mengatasi ketegangan geopolitik dan bekerja sama dalam isu-isu utama untuk menstabilkan ekonomi internasional dan politik internasional, kata Drysdale.
JALAN MENUJU PEMULIHAN YANG DIPIMPIN OLEH PEMBANGUNAN
Pada Oktober, Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan bahwa ekonomi global berada “di ambang” resesi, seiring dengan inflasi yang masih menanjak, suku bunga yang meningkat, dan beban utang yang terus bertambah membebani negara-negara berkembang, seraya menyatakan bahwa organisasi tersebut menurunkan prediksi pertumbuhan globalnya pada 2023 dari 3 persen menjadi 1,9 persen.
Dengan pandemi COVID-19 yang masih menyebabkan kematian manusia dan membebani ekonomi global, solusi kolektif untuk masalah global harus memprioritaskan pemulihan dan pembangunan ekonomi, termasuk perdagangan terbuka dan investasi, infrastruktur dan keuangan hijau, kata sejumlah pengamat.