BEIJING – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Para Pemimpin Kelompok 20 (Group of Twenty/G20) ke-16 digelar di Roma, ibu kota Italia, pada Sabtu (30/10).
Pertemuan selama dua hari yang digelar secara daring dan luring di bawah Kepresidenan Italia itu berfokus pada tantangan-tantangan global yang paling mendesak, dengan isu terkait pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan pemulihan ekonomi sebagai agenda utamanya.
Beberapa ahli mendesak negara-negara maju untuk mengambil kepemimpinan dalam mengatasi perubahan iklim.
DR. IMRAN KHALID, Direktur, Tata Kelola dan Kebijakan World Wide Fund for Nature (WWF)-Pakistan:
“Kerja sama sangat penting, dan negara-negara maju harus mengambil kepemimpinan. Amerika Serikat, Eropa, Australia, mereka adalah negara-negara yang telah mencapai standar hidup yang dicita-citakan oleh negara berkembang. Mereka perlu membantu negara berkembang dalam mengatasi berbagai tantangan perubahan iklim, sehingga pembangunan di negara berkembang dapat berkelanjutan dan kuat.”
ABID QAIYUM SULERI, Direktur Eksekutif Institut Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan:
“Hal pertama yang bisa dilakukan oleh negara-negara maju, mereka harus berhenti menggunakan batu bara, untuk menghasilkan listrik, mereka harus beralih ke (energi) terbarukan. Yang kedua, mereka harus meningkatkan teknologi untuk kendaraan listrik mereka. Dan yang ketiga, sekaligus yang terpenting, mereka harus mentransfer teknologi tersebut ke negara-negara berkembang. Sehingga negara-negara berkembang juga bisa mereplikasi hal yang sama, dan mereka dapat mengurangi emisi gas rumah kaca global.”
STEPHEN NDEGWA, Dosen Hubungan Internasional, United States International University (USIU-Afrika):
“Negara-negara maju tentunya juga harus membantu negara-negara berkembang dengan membiayai inovasi, dengan menempatkan pabrik di negara-negara berkembang di mana mereka dapat memulai produksi kendaraan listrik, dan moda transportasi non-karbon atau digital lainnya. Jadi menurut saya, negara-negara maju perlu menempatkan uang mereka di tempat-tempat yang rentan, guna meminimalkan kerusakan yang juga diderita oleh negara-negara berkembang akibat penggunaan kendaraan (berbahan bakar) karbon.”
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Beijing. (XHTV)