QUANZHOU – Komunitas Nanshan di Kota Quanzhou, Provinsi Fujian, China Tenggara, yang dijuluki sebagai “Kampung Bali”, merupakan perhimpunan keturunan Tionghoa Indonesia yang pulang ke tanah leluhur mereka.
Kini, komunitas Nanshan dihuni lebih dari 500 orang keturunan Tionghoa Indonesia beserta anggota keluarga mereka, dan mereka masih menjaga teknik memasak makanan Indonesia. Pada Oktober 2020, demi mempromosikan budaya khas keturunan Tionghoa Indonesia, “Kawasan Kuliner Indonesia” didirikan di komunitas tersebut dan mendapat pengakuan dari banyak pelanggan.
Salah satu kunci suksesnya adalah rempah-rempah khas Indonesia. Sejak zaman kuno, rempah Indonesia adalah komoditas perdagangan penting di Jalur Sutra Maritim. Kota Quanzhou, sebagai titik awal Jalur Sutra Maritim diresmikan sebagai Warisan Budaya UNESCO ke-56 di China pada tahun ini.
Pada era Dinasti Song (960-1279 M) dan Dinasti Yuan (1271-1368 M), Quanzhou sudah menjadi pusat perdagangan maritim yang sangat makmur.
Sate ini, dagingnya segar dan kenyal, penuh dengan rasa saus yang menggugah selera dan baru saja dipanggang, serta masih terdengar suara mendesis dari percikan lemaknya. Nasi jahe ini, berasnya tampak bulat sekali, ketan direndam dalam cairan jahe dan air kelapa, dibuat dengan begitu memikat.
Kari ini, mengandung 108 macam rasa. Rasa enaknya mengingatkan Anda tentang lirik dari lagu China “sangat amat pedas dan begitu bergairah”. Setelah itu, silakan cicipi kue Nyonya ini, rasanya akan membawa Anda ke pulau-pulau yang indah, berjalan-jalan di rimbunnya pepohonan kelapa dan menikmati udara hangat nan lembap.
Chu Mengmeng, koresponden Kantor Berita Xinhua :
Unik sekali! Di sini terdapat Kampung Bali yang dihuni oleh sekitar 500 orang keturunan Tionghoa Indonesia beserta anggota keluarganya. Di sinilah satu kawasan kuliner berada, masakan yang dihidangkan di sini bercita rasa Indonesia asli. Ingin tahu rahasia di balik makanan-makanan Indonesia di sini? Ikuti saya untuk melihat-lihat!
He Bihai, pemilik kedai makanan Indonesia :
(Wartawan: Halo, mengapa sate Indonesia begitu enak?) Sate di sini, teknik memasaknya berasal dari Bali, prosedur pembuatannya cukup rumit, dibutuhkan semalam untuk mengasinkan bahan-bahannya. Keluarga saya sudah menjual sate ini selama puluhan tahun. (Wartawan: enak sekali!) ya, mantap!
Chen Meifang, pemilik kedai kue Indonesia :
Kami membuat kue murni dari tanaman. Yang warna hijau adalah jus, rasanya relatif lembut, ada sedikit aroma daun. Kue lapis ini, sejujurnya, sangat sedikit orang yang bisa membuatnya dengan baik, tekniknya diwariskan dari ibu mertua saya.
Ke Heshou, keturunan Tionghoa Indonesia yang pulang ke China :
Saya mau membeli 10 buah, tapi hanya tersisa tiga. (Wartawan: Apakah rasanya enak?) Rasanya sangat khas Bali, hampir sama enaknya dengan buatan ibu saya. (Wartawan: Sama dengan buatan ibu Anda?) Ya benar. Kebiasaan makan bisa diwariskan. Cucu-cucu saya suka makan. Sayangnya, agak melelahkan jika generasi tua membuat kue semacam ini. (Wartawan: Untungnya, sekarang ada pemilik kedai kue) yang bisa meneruskan (cara memasak kue ini), ada beberapa rasa yang khas.
Masakan Indonesia rasanya begitu enak, kuncinya adalah rempah-rempahnya. Sejak zaman kuno, rempah adalah komoditas perdagangan Indonesia yang penting dan diperdagangkan lewat Jalur Sutra Maritim. Pada Juli tahun ini, Kota Quanzhou masuk dalam daftar warisan budaya UNESCO karena perdagangan maritim yang ramai pada dinasti Song dan Yuan. Dari waktu ke waktu, yang ke luar negeri bukan hanya barang dagangan, melainkan juga orang-orang Tionghoa yang bermigrasi.
Hong Chunmei, pemilik kedai masakan Indonesia :
Anak saya berkata, “Ibu, kakek buyut, kakek saya berasal dari kawasan selatan Provinsi Fujian sebelum pergi ke Indonesia. Sebut saja (restoran) kami “Qiaojia (keluarga diaspora).” Tahun 1960 adalah tahun kembalinya ibu dan ayah saya. keturunan Tionghoa Indonesia yang sudah tua walaupun tinggal jauh tetap akan datang, dengan makan satu gigitan bisa mengetahui rasanya otentik atau tidak.
(Wartawan: Dari mana Anda mempelajari keahlian ini?) Dari ibu saya. Ibu saya memasak makanan Indonesia dan saya akan melihatnya, dia juga mengajari saya. (Wartawan: Hidangan Indonesia apa yang paling enak dimasak ibu Anda?) Ikan bakar yang dibungkus daun pisang, gado-gado. Karena ibu saya mengajari kami, kami pun mengajari generasi berikutnya, diwariskan secara turun-temurun.
Chu Mengmeng, koresponden Kantor Berita Xinhua :
Setelah kenyang makan, saya harus berjalan-jalan. Di komunitas Nanshan, tidak hanya ada masakan Indonesia yang otentik, tetapi juga budaya Indonesia yang masih terjaga. Ikuti saya untuk menikmati pesona gaya Asia Tenggara!
Orang-orang menyanyikan lagu Indonesia
Cai Jinji, keturunan Tionghoa Indonesia yang pulang ke China :
Kami berlatih lagu-lagu dan tarian Indonesia. Baju yang saya kenakan adalah batik. Bagian atas yang Anda kenakan disebut kebaya, dan di bawahnya adalah sarung. Warnanya sangat terang, sesuai dengan pola lanskap lokal. Alat musik ini disebut Angklung.
Gerakkan seperti ini. (Wartawan: Apakah Anda pernah ikut latihan Angklung saat masih muda?) Ya, ketika kami berada di Bali. Saya lahir tahun 1942 dan pergi ke sekolah Indonesia dan Tionghoa di Bali. Saya meninggalkan Bali ketika berusia 18 tahun, dan kami ditempatkan di Shuangyang Farm. (Wartawan: Apakah Anda masih memiliki hubungan emosional dengan budaya Indonesia?) Ya, saya masih memiliki hubungan emosional. Saya sudah ke (Bali) 10 kali sejak 1996.
Selama 60 tahun terakhir, keturunan Tionghoa Indonesia berkontribusi pada pembangunan Quanzhou. Saat ini, ingatan budaya mereka juga menjadi jembatan antara China dan Indonesia.
Luoping, sekretaris komunitas Nanshan :
Kami melakukan pertukaran dan pesta setiap tahun. Teman-teman Indonesia datang atau kami yang berkunjung. Saat wabah COVID-19 melanda pada 2020, banyak kerabat dan teman kami di Indonesia mengirim masker kepada kami. Sekarang kami mengirim mereka masker, kami sudah seperti saudara.
Ditambah lagi sekarang hubungan China dan Indonesia semakin erat, sehingga kami semua sangat senang. Di taman kanak-kanak Shuangyang terdapat sudut khusus kebudayaan Indonesia. (Anak-anak belajar) berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, dan ikatan perasaan menjadi semakin dekat.
Selama ribuan tahun, Quanzhou berperan sebagai titik awal keberangkatan Jalur Sutra Maritim, dan orang-orang di sini menyaksikan pertukaran peradaban China dan asing, membagikan indahnya kebudayaan.Selamat datang ke Quanzhou.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Quanzhou, China. [XHTV]