KUNMING, Tanggal 20 April 2022 merupakan Hari Guyu (artinya hujan yang membantu biji-bijian tumbuh dengan subur), salah satu dari 24 posisi Matahari dalam kalender lunar China, yang juga bertepatan dengan Hari Bahasa Mandarin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-13. Guna merayakan hari istimewa tersebut, sejumlah mahasiswa dari mancanegara berkumpul di Provinsi Yunnan, China barat daya, yang berpemandangan indah, menceritakan kisah masing-masing dengan China.
Pada 2010, Departemen Komunikasi Global PBB meresmikan Hari Bahasa PBB, yang bertujuan untuk mendorong penggunaan berbagai macam bahasa dan mempromosikan keberagaman kebudayaan serta mendorong penggunaan enam bahasa resmi PBB secara merata dalam urusan PBB. Di antaranya, Hari Bahasa Mandarin ditetapkan jatuh pada Hari Guyu dalam kalender lunar untuk memperingati kontribusi Cangjie yang menciptakan karakter bahasa Mandarin pada zaman kuno.
Bahasa merupakan simbol bagi suatu bangsa dan juga pembawa utama kebudayaannya. Zhang Zongshi adalah seorang mahasiswa dari Indonesia. Sebagai seorang keturunan Tionghoa, Zhang bercerita, “Saya sudah bisa berbahasa Mandarin sejak masih kanak-kanak, tetapi belum tahu cara menulisnya. Bahasa Mandarin adalah bahasa resmi China, sementara China adalah asal leluhur saya, jadi saya harus mempelajari bahasa Mandarin dan lebih mengenal kebudayaan China.”
Menurut Zhang, Hari Bahasa Mandarin PBB merupakan saluran yang baik untuk mempromosikan bahasa Mandarin. “Bisa berkomunikasi dalam bahasa Mandarin dengan orang-orang dari negara-negara yang berbeda membuat saya merasa lebih ramah tamah,” ujarnya.
Pada sesi “Mahasiswa Asing Menceritakan Kisah China” dalam acara tersebut, Zhang menuturkan kisah tentang sejarah persahabatan China-Indonesia. Dia menyatakan sangat menantikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang sedang dibangun. Kereta cepat itu merupakan proyek signifikan dalam pembangunan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra serta kerja sama pragmatis China-Indonesia.
Lain lagi kisah Wei Duoduo, seorang mahasiswi dari Nigeria, yang kala itu mengenakan Cheongsam bermotif bunga-bunga kecil. Meskipun tampak lembut dan manis, Wei justru tertarik pada seni bela diri Wushu. “Wushu sangat hebat!” katanya.
Wei Duoduo mulai belajar bahasa Mandarin di Institut Konfusius di Universitas Lagos, Nigeria, sejak 2018. Karena kecintaannya terhadap bahasa Mandarin, dia berusaha mengatasi berbagai tantangan seperti kesulitan menulis karakter Mandarin dan perbedaan kebudayaan, dan akhirnya mendapat beasiswa untuk belajar di China dengan nilai yang cukup tinggi.
Dengan bahasa Mandarin yang lancar, dia mengatakan bahwa kesempatan sudah tersedia bagi banyak mahasiswa asal Afrika seperti dirinya sendiri untuk dapat belajar di China dan merasakan kebudayaan China dengan begitu mendalam. “Sebagai balas budi, saya akan berusaha dan menjadi utusan persahabatan China dan Nigeria,” ujar Wei.
Zhang Meixiao adalah mahasiswi dari Thailand. Gadis berusia 26 tahun itu adalah mahasiswi di jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin Internasional angkatan 2021 di Yunnan Normal University. Zhang mengatakan dirinya mulai mencintai bahasa Mandarin sejak masa SMA dan mengikuti kursus bahasa Mandarin. Setelah lulus S1, dia bekerja di sebuah hotel bintang lima di Chiang Mai, Thailand. Karena sering berkomunikasi dengan turis China, dia memiliki banyak kesempatan berbicara bahasa Mandarin. Pada 2019, dia lulus tingkat ke-3 ujian HSK dan berhasil mendapatkan beasiswa untuk belajar di China.
Pada Hari Bahasa Mandarin itu, Zhang Meixiao mengenakan baju etnis Bai dan tampak sudah mirip dengan gadis lokal. Zhang dan teman-temannya serta dosen mereka menyanyikan lagu etnis Bai dan belajar bahasa lokal serta merasakan kebudayaan etnis minoritas di Yunnan lewat lagu-lagu khas daerah itu. Zhang berkata, “Bahasa Mandarin bagaikan jembatan. Saya melewati jembatan itu dan mengenal banyak teman China serta mempelajari kebudayaan China yang beragam dan mendalam.”
Walaupun negara asalnya sangat jauh dari China, He Ping dari Benin tetap datang ke China karena kecintaannya terhadap bahasa Mandarin. “Di mata saya, China adalah negara yang indah dan kuat, rakyatnya bersatu dan bahagia. Sebenarnya saya mengambil jurusan Teknik Sipil di Benin, tetapi bahasa Mandarin memang memantik impian saya tentang China, jadi saya datang kemari,” tutur He.
Selain bercerita dan belajar menyanyikan lagu rakyat Yunnan, para mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa Mandarin Internasional di Yunnan Normal University juga menjajal olahraga tradisional setempat dan mempelajari berbagai kegiatan tradisional, seperti seni menggunting kertas, pirografi, dan merangkai buket bunga. Acara itu digelar secara daring dan luring, membuat para peserta dapat merasakan Yunnan dan China dalam kisah, tradisi, dan lagu.
Sejauh ini, ada total lebih dari 1.000 mahasiswa yang berasal dari 50 negara dan kawasan belajar bahasa Mandarin di Yunan Normal University. Profesor Wang Xiucheng, Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa Mandarin Internasional di universitas itu, menyatakan bahwa karakter bahasa Mandarin yang kuno dan indah dan kebudayaan China dengan sejarah hingga 5.000 tahun itu sangat menarik bagi mahasiswa asing. Dengan belajar di China, mereka dapat lebih mengenal China dan merasakan kehidupan di negara tersebut. Mereka adalah para utusan yang akan mempromosikan kebudayaan China serta menjadi jembatan yang menghubungkan China dengan negara-negara lain. [Xinhua]