ANKARA – Warga kelas menengah Turki mungkin juga termasuk di antara mereka yang terdampak oleh kondisi ekonomi negara yang penuh tantangan.
Banyak yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan di tengah inflasi yang tinggi, upah yang stagnan, dan daya beli yang menurun.
Kebiasaan berbelanja berubah, dengan lebih sedikit orang yang makan di restoran, pergi jalan-jalan bersama keluarga di akhir pekan, atau membeli mobil maupun peralatan rumah tangga hanya untuk peningkatan.
ILKER YAGCI, Bankir Turki:
“Tidak ada lagi hal-hal semacam itu yang tersisa pada kelas menengah. Upah terkikis akibat tingginya biaya hidup. Turki berubah menjadi negara penerima upah minimum. Karena ekonomi Turki sangat berkaitan dengan dolar AS dan bergantung pada impor, berbagai biaya naik dan kenaikan itu sangat memengaruhi kami.”
Mata uang Turki terus melemah setelah krisis mata uang pada 2018. Sejak dimulainya kebijakan pelonggaran moneter pada September 2021, lira Turki semakin melemah lebih dari 50 persen terhadap dolar AS.
Institut Statistik Turki pekan lalu menempatkan inflasi tahunan pada November sebesar 84,4 persen, sedikit menurun dari 85,5 persen pada Oktober, yang merupakan tingkat tertinggi dalam 24 tahun terakhir.
KOKSAL KUTUKALIOGLU, Mantan pemilik perusahaan swasta di Turki:
“Semuanya berubah (akibat krisis biaya hidup) dari rokok yang saya hisap hingga bioskop yang biasanya saya kunjungi. Saya tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan kondisi seperti sekarang ini.”
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Ankara. (XHTV)