DAVOS, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (24/5) memperingatkan sejumlah tantangan lebih lanjut bagi ekonomi global dan lonjakan inflasi di seluruh dunia akibat konflik di Ukraina, sembari mengatakan bahwa China akan tetap menjadi mesin pertumbuhan usai “hambatan jangka pendek”.
“Kami sedang mengamati kelemahan tambahan dalam ekonomi global. Perang menciptakan tekanan besar di seluruh dunia dengan kian tingginya harga komoditas di mana-mana,” ujar Gita Gopinath, wakil direktur pelaksana pertama IMF yang berbasis di Washington kepada Xinhua dalam sebuah wawancara eksklusif di Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, Swiss.
IMF memperkirakan di dalam World Economic Outlook-nya pada April lalu bahwa pertumbuhan global akan melambat dari estimasi 6,1 persen pada 2021 ke angka 3,6 persen pada 2022 dan 2023. Angka tersebut 0,8 dan 0,2 poin persentase lebih rendah untuk 2022 dan 2023 dibandingkan perkiraan yang diproyeksikan oleh badan itu pada Januari.
Sementara itu, ekonomi China diprediksi akan tumbuh 4,4 persen pada tahun ini, diikuti pertumbuhan sebesar 5,1 persen pada 2023 mendatang, papar laporan itu.
Saat membahas pandangannya terkait ekonomi China, Gopinath menuturkan jika China dapat mengatasi “hambatan jangka pendek dalam hal COVID-19” dan lainnya, maka, “tentu saja, negara itu tetap menjadi salah satu mesin pertumbuhan yang penting.”
Saat ini, Pertemuan Tahunan WEF 2022 diadakan pada 22-26 Mei dengan mengusung tema “History at a Turning Point: Government Policies and Business Strategies” (Sejarah di Titik Balik: Kebijakan Pemerintah dan Strategi Bisnis). Pertemuan itu menyatukan hampir 2.500 pemimpin dari dunia politik, kalangan bisnis sipil, dan media dari seluruh dunia.
Diproduksi oleh Xinhua Global Service