WARTABUANA – Menjelang musim dingin, krisis energi Eropa berdampak langsung terhadap pemanas rumah di Polandia, negara yang sangat bergantung pada batu bara untuk energi.
Menjelang musim dingin, krisis energi Eropa berdampak langsung terhadap pemanas rumah di Polandia, negara yang sangat bergantung pada batu bara untuk energi.
Menurut perkiraan resmi, bahkan dalam keadaan normal, 37 persen rumah di Polandia menggunakan batu bara untuk menghangatkan ruangan.
Meski Polandia merupakan penghasil batu bara terbesar di Uni Eropa (UE), negara tersebut masih perlu menutup sekitar 20 persen kebutuhannya dari impor.
Data dari Statistics Poland menunjukkan bahwa pada 2020, Rusia menyumbang 75 persen dari impor batu bara Polandia.
Namun, sejak Polandia memberlakukan embargo terhadap batu bara asal Rusia pada April lalu, jauh sebelum larangan di seluruh UE yang mulai berlaku pada Agustus, rute ini tidak lagi dibuka, yang menyebabkan banyak warga Polandia berada dalam situasi genting menjelang dimulainya musim penggunaan pemanas rumah.
JOANNA MACKOWIAK-PANDERA, Presiden Forum Energii:
“Saat ini kami menghadapi masalah dengan (memenuhi kebutuhan) pemanas rumah kami. Namun, ada perdebatan besar dan kecemasan karena masih banyak rumah tangga, menjelang musim dingin, yang tidak memiliki batu bara untuk keperluan pemanas ruangan. Mengimpor dan mengganti pasokan batu bara ini dari negara-negara lain, termasuk transportasi dan distribusi di negara ini, adalah tantangan besar. Kami memiliki beberapa cadangan batu bara, namun semakin hari semakin menipis. Jadi, stok batu bara semakin sedikit. Dan tantangannya adalah kami tidak mengganti bahan bakar fosil itu dengan sumber energi bersih lainnya. Jadi, (pengembangan) energi terbarukan masih terbelakang.”
Mackowiak-Pandera, yang juga mantan wakil menteri lingkungan Polandia, mengatakan bahwa kelangkaan batu bara, ditambah dengan penimbunan di pasar dan dampak inflasi, berkontribusi pada meroketnya harga batu bara.
“Tidak semua orang mampu membayar kenaikan harga bahan bakar sebesar 500 persen. Dan khususnya di Polandia, biaya untuk pemanas lebih relevan daripada biaya listrik.”
Selain menimbulkan beban keuangan yang besar pada rumah tangga dan ekonomi, krisis energi yang berkepanjangan juga berdampak pada lingkungan dan kesehatan.
Beberapa kelompok lingkungan seperti Polish Smog Alert, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Polandia yang didedikasikan untuk memantau kualitas udara, khawatir bahwa banyak keluarga akan terpaksa membakar apa pun yang bernilai kalor, bahkan sampah, di tungku api mereka.
PIOTR SIERGIEJ, Juru Bicara Polish Smog Alert:
“‘Alat pembakaran’ adalah tungku api yang membakar kayu atau batu bara, atau apa pun yang memiliki nilai kalor. Bahkan sampah sekalipun. Tungku-tungku ini tidak memiliki norma tentang emisi dan dapat mengeluarkan emisi sebanyak yang bisa Anda bayangkan. Di Polandia, kami memiliki lebih dari 3 juta tungku api. Jadi dengan alat pembakaran itu mungkin akan membakar apa pun yang termurah.”
“Pemerintah harus membuat (suatu) kebijakan energi yang berfokus pada efisiensi energi, sekarang, saat ini juga. Maksud saya, sudah terlambat untuk musim dingin ini. Seharusnya sudah dibuat sejak lama.”