JENEWA – Langkah kebijakan moneter perekonomian-perekonomian maju berisiko mendorong dunia ke arah resesi global dan stagnasi berkepanjangan, yang menimbulkan kerusakan lebih buruk dari krisis keuangan 2008 dan guncangan akibat COVID-19, menurut Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pada Senin (3/10).
Kenaikan suku bunga yang cepat dan pengetatan fiskal di perekonomian-perekonomian maju, yang diperparah dengan krisis akibat pandemi COVID-19 dan konflik Ukraina, sudah mengubah perlambatan global menjadi penurunan dengan potensi terjadinya soft landing sangat kecil, papar laporan UNCTAD berjudul “Laporan Perdagangan dan Pembangunan 2022”.
Dalam satu dekade suku bunga yang sangat rendah, bank-bank sentral terus saja gagal mencapai target inflasi dan gagal menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat, kata laporan itu. Lebih lanjut laporan itu mengatakan keyakinan apa pun bahwa mereka dapat menurunkan harga dengan mengandalkan suku bunga yang lebih tinggi tanpa menimbulkan resesi adalah pertaruhan yang tidak bijaksana.
Di saat upah riil turun, turbulensi keuangan, serta dukungan dan koordinasi multilateral yang kurang, pengetatan moneter yang berlebihan dapat mengantarkan ke periode stagnasi dan ketidakstabilan ekonomi, urai laporan itu.
UNCTAD memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh 2,5 persen pada 2022, dan pertumbuhan pada 2023 diperkirakan akan melambat lebih lanjut menjadi 2,2 persen.
Perlambatan yang tersinkronisasi ini menghantam seluruh kawasan, tetapi semacam membunyikan alarm peringatan bagi negara-negara berkembang, yang tingkat pertumbuhan rata-ratanya diproyeksikan turun di bawah 3 persen, semakin menekan keuangan publik dan swasta dan merusak prospek lapangan pekerjaan, ungkap laporan itu lebih lanjut.
REBECA GRYNSPAN, Sekretaris Jenderal UNCTAD:
“Kita masih punya waktu untuk menjauh dari tepi jurang resesi. Tidak ada yang tak terhindarkan. Kita memiliki alat untuk meredakan inflasi dan mendukung masyarakat yang rentan di seluruh dunia. Tindakan saat ini merugikan masyarakat yang rentan di mana pun, terutama di negara-negara berkembang.”
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Jenewa, Swiss. (XHTV)