WARTABUANA – Episode ke- 8 Talkshow Jakarta Horror Screen Festival yang digelar di Kopi Lali Bojo, Pondok Bambu, Jakarta Timur pada Kamis (23/7/2020) lalu mengulik tema “Benarkah Ada Kutukan”. Bincang-bincang ringan namun bermutu itu menghadirkan narasumber paranormal Ki Joko Bodo dan dua pemain Film Trah 7, Avriellia Shaqqila dan Kevin Torsten.
Acara reguler yang selalu dimenarik minat banyak kalangan dan insan fil itu dipandu oleh moderator Kiki Herlambang yang juga Ketua Kumpulan Jurnalis Sinema Indonesia. Mengingat masih dalam suasana Pandemi Vovid-19, talkshow tersebut juga live di beberapa media sosial.
Sebagai pembuka, Kiki menjelaskan bawah kutukan, trah dan iblis yang ternyata dikenal sebagai Halaka dalam banyak film horor, sudah menjadi figur nan prestige meski harus berupaya keras membuat penonton ketakutan.
Kutukan selalu menjadi alasan dominan untuk mencari trah cerita sebagai asal muasal yang akan berakhir dengan munculnya Halaka. Sosok makluk astral itu kerap bermunculan dengan takaran wujud yang serba imajiner namun menakutkan. Formula ini sepertinya masih laik jual bagi para produser.
Menurut Ki Joko, kutukan itu ada dalam kehidupan nyata. Trah dan kutukan kerap saling berkaitan. “Bila melanggar wasiat trah maka akan menjadi kutukan bagi si pelanggar, ” ungkap Ki Joko Bodo.
Lebih lanjut, pria yang kini tampil klimis itu mengungkapkan kalau mengenai kutukan itu dipercaya secara turun-temurun. “Trah seperti kita pahami sebagai turun temurun atau keturunan, memiliki sifat dan esensi sendiri untuk bisa di pegang teguh bagi para penganutnya,” jelasnya.
Ki Joko Bodo juga menyarankan agar saat pembuatan film horor, ada baiknya para crew dan pemain dapat menginap di sebuah tempat yang memiliki atmosfir yang menyeramkan. “Banyak film horor yang menarik akar cerita soal trah dan kutukan. Tapi menurut saya akan terasa keren juga sih. Jika saat shooting semuanya nginap saja di sebuah tempat yang punya atmosfir horor kuat. Maka akan memberi energi lebih kepada semuanya, ” ujar Ki Joko Bodo.
Menanggapi itu, Kevin Torsten punya pandangan nyaris serupa, bahwa iblis jahat atau Halaka dalam film horor selalu punya trah dan kutukannya. “Sering kita jumpai pada film-film genre horor franchise selalu saja kutukan tak berakhir dalam satu film. Bahkan sosok iblis selalu dimunculkan versi barunya yang lebih menakutkan, mengerikan dan lebih keji kepada manusia,” ungkapnya.
Berbeda dengan rekan mainnya, Avriellia Shaqqila yang mengaku penakut, menggambarkan jika mengangkat tema kutukan dalam film horor, hanya bagian dari cerita untuk menampilkan efek menyeramkan.
“Film horor dengan menggunakan nilai budaya trah dan kutukan tak lebih sebagai misi menghibur penontonnya. Jadi sosok yang disebut halaka dalam genre horor itu bagi aku sangat menakutkan, apalagi kalau make over-nya keren, pasti pulang nonton di bioskop rasa takut itu ke bawa sampai rumah,” ujarnya.
Avriellia juga menambahkan, film horor juga menjadi gambaran intelektualitas pembuatnya. “Bagaimana film tersebut dengan misi menghiburnya tanpa membodohi penonton. Meski tak terlalu memerankan logika menonton, tapi nalar untuk mencerna cerita juga menjadi bonus,” paparnya.[]