WARTABUANA -“Parkour membuat saya merasakan kebebasan dan kemampuan untuk mengendalikan setiap otot di tubuh saya,” kata Kate Kheir, seorang mahasiswi muda Palestina yang bergabung dengan tim parkour pertama di Tepi Barat, bersama sembilan rekannya.
Terlepas dari kontroversi di komunitas lokal mereka mengenai parkour, wanita berusia 22 tahun dari Kota Betlehem itu menegaskan bahwa dia dan teman-temannya memiliki hak untuk melakukan hobi mereka.
“(Parkour) membantu saya untuk berpikir dan memutuskan pada saat yang bersamaan” dan memberi perasaan bahagia, ujar Kheir kepada Xinhua.
“Saat kita berlatih parkour, kita dapat berlatih berbagai jenis olahraga lain, seperti berlari, memanjat, berayun, salto, melompat, pliometrik, berguling dan lain-lain,” katanya, sembari melakukan salto di udara.
Nadeen Khalil (21) bergabung dengan tim Parkour Bethlehem, yang terdiri dari 20 anggota dengan 10 di antaranya adalah wanita, enam bulan lalu. Dia mengatakan kepada Xinhua bahwa dirinya terus berlatih parkour terlepas dari sikap negatif masyarakat Palestina terhadap olahraga itu.
“Tim kami ingin menyampaikan sebuah pesan integrasi. Kami ingin berlatih olahraga secara bersama-sama dan tanpa batasan yang ditentukan oleh jenis kelamin, usia, atau bahkan agama,” ujar Khalil, sembari menyoroti hasrat untuk bertualang yang memotivasi mereka untuk melakukan lebih banyak latihan parkour.
Dia berharap lebih banyak wanita di komunitas mereka dapat terinspirasi oleh timnya untuk terjun ke dunia parkour guna menjadikan kegiatan tersebut sebagai olahraga populer di Tepi Barat, seraya mengutip kontribusi parkour bagi kesehatan mental, psikologis dan fisik.
Dia berharap lebih banyak wanita di komunitas mereka dapat terinspirasi oleh timnya untuk terjun ke dunia parkour guna menjadikan kegiatan tersebut sebagai olahraga populer di Tepi Barat, seraya mengutip kontribusi parkour bagi kesehatan mental, psikologis dan fisik.
“Tim kami saat ini berlatih seminggu sekali, namun kami secara bertahap memperbanyak aktivitas kami untuk membantu membangun masyarakat yang terdiri dari individu yang kuat secara fisik dan mental,” kata Ibrahim Qatato, pendiri tim tersebut, kepada Xinhua.
“Wanita mewakili separuh dari masyarakat kami dan sudah menjadi hal yang wajar jika mereka menjadi bagian utama dari sebuah tim olahraga,” ujarnya.[]