Oleh : *Veronika S. Saraswati
a. Bahaya limbah nuklir Fukushima Jepang
Pemerintah Jepang menyetujui rencana pembuangan lebih dari 1 juta ton air limbah pembangkit nuklir Fukushima ke laut. Rencana ini sudah mulai disusun sejak pemerintahan PM. Yoshidide Suga dan dilanjutkan oleh PM. Fumio Kishida. Meskipun sudah ditentang oleh masyarakat Jepang terutama oleh komunitas Nelayan Jepang dan negara di kawasan namun Jepang tetap akan merealisasikan rencana tersebut.
Padahal faktanya, TEPCO (Tokyo Electric Power Company Holding yang mengadakan proyek nuklir Fukushima tidak mengatakan fakta yang sesungguhnya mengenai keamanan kandungan zat sangat berbahaya dalam air limbah nuklir mereka itu. Pemerintah Jepang tetap tidak menghiraukan protes keras masyarakat sipil Jepang dan justru mendukung rencana TEPCO dengan klaim pendapat bahwa pembuangan limbah nuklir ini akan aman karena airnya diproses untuk menghilangkan hampir semua unsur radioaktif dan bakal diencerkan. Rencana ini pun mendapat dukungan dari International Atomic Energy Agency, yang mengatakan pelepasan itu mirip proses pembuangan air limbah dari pembangkit listrik di tempat lain di dunia.
Namun tentu saja dukungan IAEA ini harus dipertanyakan sebab Jepang belum memberikan informasi yang sesuai proporsi. Hal ini disebabkan Jepang sendiri belum mempublikasikan kandungan rinci dari limbah yang akan dibuang tersebut. Jikapun sudah dipublikasikan kepada public, sejumlah scientist Jepang dan masyarakat sipil menolak keras rencana tersebut sebab TEPCO tidak memberi infomasi sesuai fakta mengenai kandungan zat berbahaya dalam limbah nuklir itu. IAEA mesti membuat investigasi serius dan objektif mengenai persoalan ini mengingat efek sangat bahaya bagia manusia dan lingkungan jika rencana pembuangan sampah nuklir Fukushima tetap dijalankan.
Para scientist mengatakan bahwa air limbah nuklir mengandung racun aktif yang berbahaya dan mematikan bagi lingkungan dan manusia. Oleh karena itu rencana pembuangan sampah nuklir Fukushima ini merupakan persoalan sangat serius dan harus mendapat pengawasan ketat dari semua pihak. Study objektif sangat diperlukan untuk penyelesaian kasus ini, dan Jepang harus terbuka melibatkan semua pihak yang kompeten, Jepang juga harus terbuka menyampaikan pada public mengenai setiap perkembangan kasus sampah nuklir Fukushima. Jepang semestinya menempatkan keberlangsungan hidup manusia dan keamanan lingkungan laut menjadi pertimbangan terutama.
Menyelesaikan persoalan nuklir Fukushima dengan cara membuang sampah nuklir Fukushima di laut hanya memenuhi kepentingan ekonomis dan pragmatis sebab jalan itu adalah jalan paling murah secara ekonomis. Murah secara ekonomis namun mematikan kehidupan manusia dan rantai makanan dunia.
b. Menghancurkan dan membunuh kehidupan manusia, kehidupan laut, dan lingkungan
Pembuangan sampah nuklir Jepang yang mengandung zat radiokatif jelas pasti akan mengontaminasi perairan laut dunia. Peluruhan limbah nuklir yang mengandung zat radioaktif pada perairan memerlukan waktu panjang sekali, bisa hingga ratusan tahun. Limbah nuklir itu akan mengkontaminasi tidak hanya perairan disekitar Jepang saja, namun arus laut akan membawa limbah sampah nuklir yang mengandung zat radioaktif itu mengalir ke perairan manapun tanpa bisa dibendung. Indonesia tidak bisa mengabaikan persoalan ini sebab letak geografis Indonesia tidak terlalu jauh dengan Jepang sehingga sangat mungkin limbah pembuangan itu masuk ke dalam wilayah perairan Indonesia, khususnya di wilayah Sulawesi bagian utara, Kalimantan bagian utara dan Maluku bagian utara.
Tak hanya perairan di Indonesia, limbah nuklir Fukushima juga akan mengalir melalui seluruh perairan dunia karena arus laut mengalir tak terbendung. Sehingga efek merusak dan mematikan dari limbah nuklir Fukushima akan dialami oleh seluruh manusia di dunia. Limbah nuklir, sekecil apa pun, pasti mengandung bahaya besar, apalagi limbah nuklir Fukushima memiliki berat sekitar 1,25 juta ton. Meskipun rencana pembuangan limbah nuklir Fukushima menurut Jepang telah memenuhi standar, yaitu 900 kilometer dari pulau terdekat, dikhawatirkan karena jumlahnya yang sangat besar dan masif, pasti akan ada polusi lintas batas (polusi antar negara melalui arus laut).
Menurut para ilmuwan, pembuangan sampah nuklir Fukushima ini akan sangat merusak kelangsungan biota atau kehidupan laut. Radiasi radioaktif pada sampah nuklir Fukushima akan memberi pengaruh somatik dan pengaruh genetik.
Pengaruh somatic adalah dampak yang terjadi secara langsung terhadap satu individu yang terpapar radiasi bahan radioaktif. Sementara pengaruh genetic memberi efek tidak langsung, namun berdampak terhadap keturunan selanjutnya. Pengaruh somatik bisa berupa kerusakan manusia atas sistem saraf, menurunnya fungsi organ tubuh, karsinogenik, anemia, kerusakan kulit.
Dampak yang ditimbulkan oleh zat radioaktif tersebut sifatnya akumulatif. Akan terlihat setelah lima, sepuluh, atau bahkan dua puluh tahun yang akan datang. Akumulasi ini juga terjadi pada biota laut yang terhubung dalam rantai makanan; lalu, dikonsumsi manusia. Akibatnya bisa jadi pencetus kanker, gangguan janin, cacat fisik, cacat organ tubuh, berkurangnya umur manusia, mutasi DNA pada mikroorganisme, kerusakan DNA sel manusia, dan banyak lainnya.
Pencemaran radioaktif memang berpotensi mematikan, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah efek pada genetik hewan yang terpapar. Biota laut dapat terpengaruh oleh radiasi dalam berbagai cara, antara lain mengalami kematian, mutasi yang bersifat menurun, atau masuknya zat radioaktif tersebut dalam rantai makanan. Hewan laut juga sangat berisiko terkena dampak radiasi. Radiasi masuk ke dalam rantai makanan ketika hewan memakan tanaman teradiasi atau hewan lain yang juga teradiasi. Hal ini tidak bisa dianggap remeh karena bisa menyebabkan ancaman serius pada kepunahan biota laut dan manusia.
Pembuangan limbah berbahaya sudah pernah dilakukan Jepang pada sekitar tahun 1956. Kasus Minimata Kumamoto terjadi saat PT Chisso yang membuang limbah kimianya ke Teluk Minamata dalam jumlah yang sangat besar; kandungan logam berat merkuri (Hg) yang dibuang di Teluk Minimata membuat sebagian besar warga Jepang menderita seumur hidup akibat terdampak limbah merkuri. Perairan yang tercemar limbah yang mengandung logam berat mengakibatkan anak-anak terlahir cacat dan kematian warga akibat terpapar limbah logam berat merkuri di perairan Jepang.
Semestinya Jepang mengambil pelajaran berharga dari kasus Minimata. Merealisasikan rencana membuang sampah nuklir Fukushima berarti tidak hanya memberi ancaman sangat serius untuk kelangsungan hidup manusia dan biota laut di Jepang, namun juga seluruh umat manusia.
c. Melanggar hak asasi manusia secara serius
Hak untuk hidup dan bertahan hidup adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia. Sifat keberadaan hak ini tidak dapat ditawar lagi (non derogable rights). Hak untuk hidup merupakan hak yang memiliki nilai paling mendasar dari peradaban modern. Dapat dirumuskan, jika tidak ada hak untuk hidup maka tidak akan ada pokok persoalan dalam hak asasi manusia lainnya.
PBB merumuskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatannya. Ketentuan ini sangat jelas memberikan jaminan atas hak untuk hidup. Instrumen Internasional lain yang memberikan rumusan yang tegas tentang hak untuk hidup ini adalah Pasal 6 ICCPR (International Covenant Civil and Political Rights). Pasal 6 ayat (1) ICCPR tersebut menyatakan bahwa: Setiap manusia memiliki melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas hak kehidupannya.
Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia) telah mengatur dan menjamin hak mendasar ini. Pembuangan sampah nuklir yang mengandung zat radiokatif ke laut oleh Jepang merupakan pelanggaran serius pada Pasal 3 DUHAM. Seluruh wilayah perairan dunia akan tercemar dengan zat radioaktif berat sehingga secara langsung dan tidak langsung menyebabkan kematian akibat efek karsinogenik pada perairan yang terkontaminasi zat radioaktif.
Kandungan sat radioaktif dalam limbah nuklir Fukushima sangat mengancam kelangsungan hidup manusia dan biota laut seperti yang dijelaskan di atas. Pembuangan sampah nuklir Fukushima ini dilakukan Jepang secara sadar. Meskipun para ilmuwan Jepang sudah menjelaskan efek mematikan kehidupan manusia dan pengaruh sangat buruk pada tubuh manusia dari tindakan ini namun Jepang tampaknya tetap akan melaksanakan rencananya.
Limbah nuklir Fukushima mengandung zat radioaktif berbahaya yang dapat membunuh manusia dan efek buruk lainnya pada kesehatan manusia. Tindakan Jepang melanggar secara serius Pasal 3 DUHAM dan Pasal 6 ICCPR. Limbah nuklir Fukushima merampas hak asasi manusia untuk hidup dan bertahan hidup. Sampah nuklir Fukushima mengandung zat radiokatif berbahaya yang dapat membunuh manusia dan efek buruk lainnya untuk kesehatan manusia. Padahal hak untuk hidup ini bersifat tidak dapat ditawar, bersifat mutlak.
Tindakan Jepang justru bertolakbelakang dengan semangat UN untuk menjaga lingkungan sebab manusia hanya memiliki satu bumi yang dihuni bersama. Setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup, hak ini dijamin oleh DUHAM dan ICCPR. Pembuangan sampah nuklir Fukushima ke perairan Laut China Selatan oleh Jepang oleh karena itu merupakan tindakan pelanggaran berat hak asasi manusia dan tidak dapat dibenarkan dengan argumentasi dan teori ilmiah apapun.
d. Melanggar hukum internasional
Permasalahan lingkungan yang terjadi pada suatu negara merupakan tanggung jawab dunia internasional sebab umat manusia hanya memiliki satu bumi yang dihuni bersama, dan saling berelasi satu sama lain melalui perairan laut. Sehingga isu lingkungan hidup adalah salah satu isu penting dalam hubungan internasional. Pencemaran lingkungan, degradasi sumber daya dan pemanasan global merupakan persoalan serius yang terjadi saat ini. Pembuangan sampah nuklir Fukushima ke lautan jelas akan mencemari lingkungan perairan dunia.
Jepang semestinya dalam memanfaatan tenaga nuklir harus memperhatikan prinsip keselamatan pemanfaatan nuklir termasuk solusi jika terjadi force majeur seperti kebocoran instalasi nuklir Fukushima. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Rencana Jepang untuk membuang sampah nuklir Fukushima ke Laut China Selatan selain melanggar DUHAM dan ICCPR, juga melanggar berat United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) Pasal 192-237. Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (landbased sources), dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi.
Dalam kasus ini, Jepang sebagai negara yang memiliki teknologi maju semestinya justru mampu mengatasi masalah kerusakan instalasi nuklir Fukushima dengan cara yang aman untuk manusia dan lingkungan, bukan dengan cara membuang sampah nuklir itu ke perairan laut.
Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan, Jepang harus melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982. Kerjasama dengan negara tetangga dalam upaya pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan mesti menjadi kebijakan luar negeri Jepang sebab pembuangan sampah nuklir Fukushima pasti memberi dampak tidak hanya pada negara tetangga yaitu China dan Korea Selatan dan Korea Utara, namun juga seluruh dunia.
Kedua, pemerintah Jepang semestinya menempatkan keberlangungan kehidupan manusia menjadi pertimbangan terutama daripada hanya memenuhi prinsip ekonomis dan pragmatis untuk membuang sampah nuklir Fukushima di perairan Laut China Selatan. Ketiga, Pelanggaran serius atas sejumlah aturan hukum internasional dapat menjadi pertimbangan untuk mengajukan kasus pembuangan sampah nuklir Fukushima kepada mahkamah internasional.
Pembuangan sampah nuklir Fukushima jelas merupakan pelanggaran serius atas hak manusia dan hukum internasional. Keputusan Jepang pada kasus limbah nuklir Fukushima ini tidak dapat dibenarkan dari perspektif apa pun sebab kematian manusia, kepunahan kehidupan laut dan kerusakan lingkungan adalah hasil yang tak terhindarkan dari tindakan Jepang ini.
Jika rencana ini tetap akan dilaksanakan oleh Jepang dan terbukti melanggar hukum internasional mengenai pembuangan limbah nuklir, maka Jepang dapat dikenai sanksi hukum. Jepang semestinya patuh pada hukum internasional dan konvensi internasional sebagai bentuk tanggung jawab akan kelangsungan hidup manusia dan keberlanjutan lingkungan hidup. Apalagi dekade ini manusia menghadapi masalah lingkungan hidup yang makin kompleks seperti perubahan iklim akibat pemanasan global. Masalah kerusakan lingkungan akan makin parah dengan pencemaran perairan oleh sampah nuklir Fukushima Jepang.[]
*Penulis adalah peneliti CSIS Indonesia