Oleh : Christianto Wibisono
HARI ini, 18 Juni 2021, saya berdialog intensif dengan Bung Karno, kali ini di Poolside rooftop terbuka Kempinski Apartment. Bung Karno membawa buku biografi Harjoko Trisnadi (HT) “Dari Jurnalistik Mengelola Bisnis” oleh tim buku alumni Tempo yang baru diluncurkan menyambut ulang tahun HT ke-91 tanggall 22 Juni, Selasa depan.
Bung Karno (BK) memulai dialog dengan serius: Bung Christ, kalau Anda dan kita tidak segera ganti moda WIBK dengan moda podcast maka saya ramalkan kita semua bakal dibreidel oleh pembaca dan generasi milenial yang tidak minat baca buku.
Saya seperti mengalami hukum karma setelah membaca buku HT riwayatnya jadi redaktur Star Weekly anak buah Auwjong Peng Koen yang saya breidel 1961. Berubah jadi majalah Djaja di proteksi oleh Gubernur Dr Sumarno dan bergabung ke Tempo penerus Ekspres.
Gubernur Ali Sadikin yang saya lantik April 1966 berminat jadi “investor” melalui Yayasan Jaya Raya, maka lahirlah TEMPO, 6 Maret 1971 atau ulang tahun emas tahun ini. Tempo mengalami breidel oleh rezim Orba Jenderal Soeharto. Pertama breidel sementara 2 bulan pada tahun 1982 dan bisa terbit lagi. Lalu breidel permanen 21 Juni 1994, tanggal wafat saya tahun 1970. Soeharto lengser 21 Mei 1998, maka Tempo bisa terbit lagi sampai sekarang ketika Soeharto sudah lengser.
Tapi semua media cetak Gutenberg akan dilanda oleh model podcast galaksi Cloudtuber. Kalau Anda tidak membuat tayangan model podcast youtube, maka bukan Sukarno membreidel Star Weekly dan Soeharto membreidel Tempo tapi generasi milenial yang menjadi target literasi sejarah yang akan membreidel kita dengan tidak ada minat baca gaya esei mirip cersil ketinggalan dari gaya K-Pop sekarang.
Christianto Wibisono (CW): Ya, ini memang telah terjadi revolusi fundamental dalam relasi antara sistem, struktur dan paradigma Gutenberg vs Cloudtuber. Dulu orang kenal Trias Politika itu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, serta kemudian ditambah the fourth estate Media sebagai pilar ke-4 demokrasi modern anti despotisme dan tirani pembreidel pers. Lha, Bapak mau kasih resep apa supaya WIBK ini survive tidak dibreidel oleh Facebook dan Instagram seperti nasib Donald Trump, presiden yang bisa dibreidel oleh medsos dan jadi impoten secara politik.
BK: Lha, ini perlu terobosan pemikiran dan gebrakan tuntas. Era mengandalkan tokoh besar secara one man show membuat dinasti melanjutkan tradisi dan bisns konvensional bapak pendiri, sudah lewat. Setiap generasi punya tantangan sendiri.
Dulu kita punya wartawan raksasa seperti Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar, yang mengalami nasib dibreidel oleh saya dan Jenderal Soeharto. Yang bisa menyeberang ke politik, dan melejit jadi Menlu, Adam Malik, bahkan jadi Ketua MU PBB tahun 1971. Adam Malik juga pernah saya breidel koran dan orgnnisasi BPS-nya serta partai Murba. BM Diah sukses jadi Dubes dan Menpen, lalu jadi Ketua PWI juga mengalami breidel majalah Ekspres karena terlalu agitasi dalam insiden Malari.
CW: Ya itu sejarah lagi, Pak. Ini seperti Bapak warning, kalau WIBK tidak diubah seperti Deddy Corbuzier, ya nasib kita sama dengan Trump yang dibreidel facebook.
BK: Saya prihatin narasi literasi elite dan generasi penerus bila mereka tidak memiliki karakter sportif ksatria dari duet filsuf puncak Voltaire 21 November 1694 -30 Mei 1778 dan Rouseau ( 28 June 1712, July 2, 1778). Maka, Indonesia akan hanya jadi negara dinasti kawula dan bukan dinasti penerobos. Voltaire mengucapkan fatwa kepada Rousseau: “Saya tidak setuju dengan pendapat anda Monsieur Rousseau tapi saya akan mempertahankan hak anda berbeda pendapat dengan saya.” Inilah aksioma demokrasi modern yang juga harus tetap valid, untuk menyongsong program masa depan WIBK ini harus diubah jadi K-Pop Intelektual.
Deddy Corbuzier hebat kan, bukan cuma wawancara dengan Adella Wulandari, atau Agnes Mo atau Nikita Mirzasni tapi juga menghadirkan PrabowoSubianto untuk menjelaskan heboh Rp1.700 triliun dana pembelian alutsista. Ya, ini kamu yang udah usia masuk 80-an pasti kalah canggih dari teenagers atau cucu kamu yang harus jadi generasi penerus mengubah paradigma dan moda presentasi WIBK, dari buku dan kolom galaksi Gutenberg yang sudah kuno harus jadi museum dengan Podcast vlog yang canggih. Semboyan kita mestilah 3E in 1, sejarah geopolitik dan alterntive future history WIBK harus dikemas simultan menyajikan EDUCATION-ENCHANTIG-ENLIGHTENING.
CW: Wah, semoga generasi sebaya anak cucu kita ada yang bisa meng-coach kita dalam penampilan podcast IndoPog yang mencerahkan. Selamat bersemangat muda terus Pak, mengawal Indonesia sampai dan beyond seabad 2045.[]
Penulis adalah seorang analis bisnis terkemuka di Indonesia, pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) dan anggota Komite Ekonomi Nasional era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007-2010). Menulis kajian Menuju Presiden Ke-7 dan Anatomi Presiden Ke-7.