JAKARTA,WB – Keterbatasan fisik tak menghalangi dirinya untuk bekerja sebagai juru parkir. Setiap harinya perempuan dengan nama lengkap Nur Hasanah (40) ini bekerja mulai dari pukul 08.00 WIB di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Memiliki tinggi 120 cm tak membuatnya minder untuk melakukan aktivitasnya.
Saat ditemui Wartabuana.com beberapa saat lalu, terlihat senyumnya tak pernah surut dan selalu bersabar meskipun dalam keterbatasan ekonomi.
Sejak suaminya meninggal enam tahun lalu, membuat dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi putrinya yang saat ini kelas 6 SD. Tidak hanya putrinya saja yang menjadi tanggung jawabnya tetapi juga orang tua kandungnya.
“Anak saya sekarang sudah kelas 6, Kalau sebelum berangkat kerja saya mengantar anak saya dulu. Engak jauh dekat dari rumah saya,” ujar Nur Ketika ditemui di rumahnya di Jalan H. Jian Cipete Utara Jakarta Selatan.
Wanita berusia 34 tahun itu dengan ramah melayani pembeli yang ingin sarapan nasi uduk. Dari penghasilan menjadi juru parkir membuatnya tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.
Dia bercerita kalau putri tunggalnya itu pernah malas bersekolah. Lantaran diejek teman-temannya kalau ibunya kerdil. Bahkan ada keinginan putrinya itu ingin keluar dari sekolah. Dengan kebesaran hatinya perempuan yang ingin bercita-cita menjadi guru itu terus merayu putrinya agar semangat sekolah.
“Saya bercita-cita agar anak saya pendidikannya lebih tinggi dari saya,” tutur dia.
Nur, mengajak Wartabuana,com ke tempat kerjanya dimana dia biasa menjadi juru parkir. Ujian hidup dan persoalan yang dihadapi, tidak membuatnya mengeluh. Menurutnya apapun ia kerjakan asalpun halal.
Sebelum menjalankan tugasnya, Nur menceritakan bahwa dirinya pernah masuk ke dalam selokan tepat di bawah mobil, ketika dia memakirkan. Sang sopir tidak melihat keberadaanya dari kaca spion. Untunglah ada teman seprofesinya yang melihat lalu menolongnya.
Menjadi tulang punggung keluarga menjadi pilihan hidupnya. Dari keterbatasan ekonomi tak pernah keluar kata-kata ketus dari mulutnya.
“Hidup sudah susah mengapa dibuat susah dan selalu bersyukur,” ujarnya sambil mengusap keringat di keningnya.
Berseragam lengkap dengan pluit di kantongnya Nur mulai melakukan aktivitasnya. Dengan sigap tangannya mengarahkan mobil yang akan diparkir.
Bagaimanapun juga keterbatasan fisik bukan menjadi halangan. Sebagian orang pun mencibirnya karena keadaanya. Lagi-lagi dia tidak tersinggung. []