WARTABUANA – Salah satu perusahaan raksasa migas Mobil Oil Indonesia (MOI) yang sekarang bernama Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) dituntut oleh ahli waris Baharuddin Abdullah atas perkara pemutusan hubungan kerja sepihak.
Kasus ini berawal pada 10 Juli 1990, Baharuddin Abdullah hilang saat sedang bekerja, diduga dia tangkap oleh oknum aparat keamanan di situs Mobil Oil Indonesia yang berlokasi di Lhoksukon, Aceh Utara.
Oknum aparat keamanan sempat meminta izin menangkap Baharuddin Abdullah kepada atasan meski tanpa surat penahanan. Baharuddin Abdullah kemudian dibawa dan tidak pernah kembali hingga hari ini.
Semenjak dianggap hilang, pihak Mobil Oil Indonesia beranggapan Baharuddin Abdullah telah mangkir dari pekerjaannya sehingga mereka memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa ada usaha pencarian keberadaan karyawannya tersebut.
Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, pihak keluarga telah berhasil mendapatkan kepastian hukum dengan Akta Kematian Baharuddin Abdullah melalui Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada tanggal 2 Maret 2023.
Melalui kuasa hukumnya, piohak ahli waris telah mengundang Pimpinan Exxon Mobil Oil Indonesia untuk melakukan perundingan bipartit pada tanggal 24 Juli 2023 dan 3 Agustus 2023 namun mereka tidak hadir.
Selanjutnya undangan tripartit juga telah dikirimkan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Kota Jakarta Pusat pada hari Senin, tanggal 21 Agustus 2023, namun mereka juga tidak hadir.
Ahmad Iqbal, selaku ahli waris berharap, pihak Exxon Mobil Oil Indonesia bersedia meninjau kembali permasalahan PHK sepihak, dan memulihkan hak-hak almarhum Baharuddin Abdullah kepada ahli waris.
Pada Kamis, 31 Agustus 2023, terjadi pertemuan tripartit, pihak kuasa hukum Exxon Mobil Oil Indonesia diwakili Adam Satria dari kantor hukum William Hendrik & Siregar Djojonegoro. Pertemuan awal itu belum menghasilkan kesepakatan.[]