JAKARTA, WB – Tunjangan Hari Raya (THR) paling lambat dibayarkan kepada pekerja/buruh tujuh hari sebelum Lebaran. Ketentuan ini untuk memberikan kesempatan bagi pekerja/buruh memenuhi kebutuhannya dalam rangka menyambut hari raya keagamaan.
“THR merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh yang harus dipenuhi. Semua pekerja/buruh baik yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu)/PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tetap) berhak atas THR,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Haiyani Rumondang seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Jakarta, Jumat (17/6).
Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. THR diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja minimal 1 bulan secara terus menerus.
Sedangkan hari raya keagamaan dalam pengertian THR, hanya terbatas pada hari raya keagamaan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, yaitu hari raya Idul Fitri, hari raya Natal, hari raya Nyepi, hari raya Waisak, dan hari raya Imlek.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker itu mengingatkan, bahwa pengusaha yang terlambat membayarkan THR, dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR sejak berakhirnya batas waktu kewajiban untuk membayar.
“Denda tersebut dikelola dan digunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh, dengan ketentuan diatur dalam peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama,” jelas Haiyani. Selain denda, menurut Haiyani, pengusaha yang terlambat Membayarkan THR atau tidak membayarkan sama sekali juga akan dikenakan sanksi administratif berdasarkan Permenaker No. 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif PP 78/2015 tentang Pengupahan berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha.
Dalam Permenaker itu disebutkan, pengusaha yang tidak membayarkan THR pekerjanya akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha. Teguran tertulis diberikan hanya satu kali kepada pengusaha, dan pengusaha yang bersangkutan harus memilki waktu tiga hari untuk menyelesaikan pelanggaran tersebut terhitung sejak teguran tertulis diterima.
Pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan, menurut Permenaker No. 20 Tahun 2016 itu, dapat direkomendasikan untuk dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha. Sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha tersebut, berlaku sampai pengusaha memenuhi kewajibannya untuk membayarkan THR pekerja/buruhnya. Sanksi ini tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayarkan denda keterlambatan pembayaran THR keagamaan sebagaimana yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan. []