Pola Zaken Kabinet (Kabinet Ahli) kemudian dilanjutkan pada era Presiden B.J. Habibie dengan nama Kabinet Reformasi Pembangunan yang beranggotakan 37 orang Menteri. Kabinet Reformasi Pembangaunan hanya berumur 15 bulan (21 Mei 1998 – 26 Oktober 1999). Mempunyai tugas pokok menyiapkan proses reformasi di bidang politik, hukum ekonomi, dengan mencari dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan komunitas negara-negara penyandang dana (kreditor) guna memulihkan perekonomian negara tanpa intervensi Bank Indonesia pada saat itu. Capaian utama kabinet Reformasi Pembangunan BJ Habibie antara lain adalah berhasil mengembalikan nilai tukar Rupiah yang anjlok hingga Rp. 16.800 per 1 US Dollar (pada 1 Juni 1998) menjadi Rp. 7.385 per 1 US Dollar (pada 20 Oktober 1999).
Kabinet Persatuan Nasional di era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) beranggotakan 34 menteri yang merupakan tokoh-tokoh dari koalisi 7 (tujuh) partai politik hasil Pemilu tahun 1999, ditambah unsur ABRI dan kalangan independen. Kemudian Kabinet Gotong Royong di era Ibu Megawati beranggotakan 30 menteri yang juga berasal dari koalisi 7 partai politik dan kalangan independen. Kabinet Gotong Royong bertugas dari 10 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004. Kabinet pada era Gus Dur dan Ibu Megawati merupakan kabinet koalisi 7 partai politik ditambah segelintir kalangan militer dan kalangan independen yang merupakan unsur keterwakilan dari koalisi Partai Politik ketimbang unsur profesional.
Pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dilanjutkan di era Presiden Jokowi komposisi menteri umumnya terdiri dari kalangan profesional/teknokrat, terutama pada posisi strategis antara lain seperti Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan HAM. Posisi-posisi strategis tersebut dalam dua dasa-warsa terakhir selalu diisi oleh teknokrat atau profesional, karena objektivitas dalam mengambil kebijakan publik sangat diutamakan di posisi tersebut.
What next ?
Proses pembentukan kabinet Prabowo telah dimulai sejak 14 Oktober 2024 dengan pemanggilan para tokoh-tokoh politik dan kalangan profesional ke kediamannya di jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Langkah ini menandai awal dari upaya Presiden Terpilih untuk mengumpulkan talenta terbaik bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan, baik domestik maupun internasional. Joko Widodo mendukung pembentukan Zaken Kabinet yang diwacanakan oleh pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, pembentukan Zaken Kabinet membuat pemerintah tidak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak perlu.
Beberapa Pakar Ilmu Politik menilai bahwa para menteri dalam kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto nantinya, harus dapat berpikir secara strategis dalam memimpin berbagai kementerian. Kabinet yang direncanakan sebagai Zaken Kabinet (Kabinet Ahli) dinilai tak hanya diisi oleh kalangan profesional dan tokoh politik, namun juga akan diisi oleh mereka yang memiliki popularitas di masyarakat.
Penerapan Zaken Kabinet saat ini berbeda dengan pelaksanaan Zaken Kabinet pada era Kabinet Natsir (1950–1951) atau era Kabinet Wilopo (1952–1953) maupun era Kabinet Djuanda (1957-1959) yang menganut sistem Demokrasi Parlementer. Kini penerapan Zaken Kabinet dengan sistem Demokrasi Presidensial. Meski dalam banyak hal beberapa tantangan dan dilema yang dihadapi tetap serupa tapi tak sama, terutama dalam mengakomodir kekuatan politik dan kebutuhan untuk segera menghasilkan kebijakan yang efektif.
Salah satu tantangan besar dalam pembentukan Zaken Kabinet di era Prabowo-Gibran antara lain harus menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan. Dua hal tersebut sebagai dilema kelembagaan dalam penerapan Zaken Kabinet kedepannya. Kombinasi sistem presidensial dengan multipartai sering kali menciptakan tantangan bagi presiden terpilih dalam memilih antara mengakomodasi partai pendukung (Koalisi Indonesia Maju dan KIM Plus) atau membatasi kabinet hanya pada kalangan teknokrat dan profesional saja. Jika prioritas kebijakan untuk stabilitas politik, maka mengakomodir sebanyak mungkin partai politik untuk masuk kedalam kabinet menjadi menjadi pilihan atau kombinasi antara mengakomodir koalisi partai politik sambil meminta agar calon partai politik yang diusulkan masuk Kabinet merupakan profesional di bidangnya masing-masing.
Kebijakan Zaken Kabinet sebagai opsi bukan tanpa risiko karena opsi tersebut dapat berdampak pada melambatnya realisasi program-program pemerintah, mengingat anggota kabinet bukan merupakan representative (keterwakilan) dari partai politik yang memiliki basis dukungan rakyat. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak puas di kalangan masyarakat. Zaken Kabinet dapat pula berdampak pada sulitnya membangun konsensus diantara anggota kabinet yang kurang solid/kompak. Apalagi jika para menteri berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Potensi Konflik kepentingan dalam Zaken Kabinet juga tinggi, bila para Menteri memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok yang kuat, sehingga dapat menghambat pengambilan keputusan yang obyektif. Selain itu, Zaken Kabinet juga berpotensi kurang fleksibel dalam merespons perubahan situasi politik dan sosial, karena para Menteri tidak memiliki basis dukungan politik yang kuat di masyarakat.
Kedepan Kabinet Prabowo-Gibran harus mampu menavigasi hubungan diplomatik yang kompleks secara hati-hati, dengan menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional sambil memainkan peranan yang konstruktif dalam menjaga stabilitas regional (kawasan), serta mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya melindungi lingkungan dan masyarakat Indonesia, tetapi juga berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi berbagai krisis, seperti krisis ketahanan pangan, krisis lingkungan (environment) dan krisis iklim. Selain tentunya memperkuat posisi Indonesia dalam berbagai fora regional dan internasional, terutama ASEAN, OIC, G20, dan PBB.
Zaken Kabinet Prabowo-Gibran diharapkan mampu merumuskan strategi yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, tetapi juga meningkatkan daya tahan Indonesia terhadap gejolak ekonomi global, termasuk dalam mempercepat implementasi kebijakan di berbagai bidang.
Meskipun insentif untuk beroposisi dalam sistem politik Indonesia saat ini kian minim, menyebabkan partai-partai politik lebih memilih untuk berada dalam pemerintahan dari pada di luar pemerintahan. Menjadi oposisi di Indonesia tidak memberikan akses yang memadai terhadap sumber daya negara, sementara partai-partai di dalam kabinet dapat memanfaatkan posisi mereka untuk memperkuat basis politiknya di daerah. Kecenderungan partai-partai politik kini selalu mencari posisi dalam kabinet, meski hal tersebut dapat mempengaruhi efektivitas pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
Dengan mengacu pada konteks kelembagaan di Indonesia saat ini, model Zaken Kabinet masih relevan untuk dijadikan opsi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan, terutama untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan stabilitas politik (partai politik) dan efektifitas (profesionalisme) dalam pemerintahan. Zaken kabinet meski dinilai oleh sebagian pakar politik sulit diwujudkan, antara lain karena Koalisi partai politik (KIM dan KIM Plus) yang beranggotakan 10/11 partai politik — 6 Parpol Parlemen (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PKB dan PKS), ditambah 4 Parpol non-Senayan (PBB, Gelora, PSI dan Partai garuda), plus satu Partai Politik Lokal (Partai Aceh) —. mengakibatkan kabinet mendatang akan gemuk, karena kombinasi antara Profesionalisme/Teknokrat dan unsur partai politik. Dengan pengesahan perubahan Undang-undang tentang Kementerian Negara yang memberi keleluasaan kepada Presiden Terpilih untuk membentuk Kabinet yang tidak lagi terbatas pada 34 kementerian, maka peluang untuk membentuk Zaken Kabinet yang merupakan keterwakilan unsur partai yang professional di bidanya semakin nyata. Semoga !!
Oleh : Nasaruddin Siradz
Penulis adalah Sekjen Gabungan Studio Film Indonesia (GASFI)/Pemerhati masalah sosial-politik, tinggal di Jakarta.