WARTABUANA – Tahun 2025 dipastikan Indonesia akan memiliki pesawat terbang komersial sendiri. Saat ini, para insinyur Indonesia yang bergabung di PT. Regio Aviasi Indonesia (RAI) , sedang bekerja keras mempersiapkan prototype pesawat berpenumpang 80 – 100 orang di pabrik perakitan di Bandara Kertajati, Subang, Jawa Barat.
Komisaris PT RAI Ilham Habibie menjelaskan, pesawat R80 dirancang untuk penerbangan jarak pendek yang cocok digunakan di Indonesia, negara yang terdiri dari pulau-pulau.
Oleh karena itu R80 akan digerakkan mesin turboprop, konsumsi bahan bakar pesawat R80 jauh lebih irit 20 persen ketimbang pesawat bermesin jet. Efisiensi penggunaan bahan bakar itu akan lebih menguntungkan bagi maskapai yang menggunakan pesawat R80.
“Kami memang belum memiliki pabrik. Saat ini pabrik perakitan belum seratus persen final. Sebagian masih menggunakan produksi PTDI. Insya Allah, 6 tahun dari tahun depan (2025) R80 sudah bisa terbang di langit Indonesia,” kata Ilham di Arena Indo Defence Expo, Kemayoran Jakarta, Jumat (9/11/2018) siang.
Produksi R80 diprioritaskan untuk pasar Indonesia terlebih dahulu, kemudian masuk pasar Asean, dan ke depan akan melebarkan penjualan ke Afrika dan negara-negara Afrika beriklim tropis
Menurut Ilham, tidak semua komponen yang digunakan untuk pesawar R80. Mesinnya masih menggunakan buatan Inggris dan perangkat kontrol di kokpit juga masih impor. Tetapi bagian-bagian yang sudah bisa dikerjakan di Indonesia, akan menggunakan produksi Indonesia.
“Di dunia ini kan hanya dua negara yang bisa membuat mesin pesawat, yakni di Inggris dan Amerika. Jadi tidak semua negara yang memproduksi pesawat menggunakan komponen lokal. Tetapi yang penting kan nilai tambah yang kita peroleh. Kita bisa menghemat devisa jika membuat sebagian komponen dan merakit sendiri,” tandas Ilham.
Ilham menjelaskan, untuk memproduksi pesawat sendiri dibutuhkan biaya yang sangat tinggi. Untuk pembuatan R80 ini saja dibutuhkan biaya 1,4 milyar dolar.
Penggagas R80 yang juga dikenal sebagai pakar pesawat Indonesia BJ Habibie, pernah mengajak masyarakat untuk menyumbangkan dana (crowd funding) bagi pembuatan pesawat R80. Namun menurut Ilham, dana yang dikumpulkan dari masyarakat tak mungkin cukup untuk membangun pabrik pesawat.
“Crowd funding yang sukses saja di Amerika, baru mampu menghasilkan 40 juta dollar. Kita baru 10 milyar. Jadi crowd funding ini tidak terlalu signifikanlah, tapi ini untuk menunjukan ada keterlibatan masyarakat,” ujar Ilham.
Jika mau besar, crowd funding bisa masuk dalam investasi. Tetapi skema itu tidak disetujui masyarakat. “Kami sedang negosiasi dengan perusahaan investasi. Ada indikasi tapi belum bisa mengambil keseluruhan. Kalau investasi kan mereka akan mendapat saham berapa. Itu biasa dalam bisnis,” jelas Ilham.
Ilham menjelaslan produksi R80 diprioritaskan untuk pasar Indonesia terlebih dahulu, kemudian masuk pasar Asean, dan ke depan akan melebarkan penjualan ke Afrika dan negara-negara Afrika beriklim tropis. []