WARTABUANA – Dalam sebuah survei panel yang sedang digelar oleh Universitas Northwestern dan Universitas Negeri Ohio, para peneliti menemukan bahwa ketakutan warga Amerika terhadap risiko meninggal dunia akibat COVID-19 telah berkurang secara signifikan, sementara secara keseluruhan, pandangan mereka terkait kemungkinan tertular virus relatif konsisten dari Desember hingga Februari.
“Pada Desember lalu, warga Amerika yakin bahwa kemungkinan mereka meninggal jika terpapar COVID-19 adalah satu banding tiga,” kata Erik Nisbet, profesor bidang komunikasi dan analisis kebijakan sekaligus Direktur Pusat Komunikasi dan Kebijakan Publik di Universitas Northwestern. “Kini, dua bulan kemudian, angka itu turun secara signifikan menjadi sekitar satu banding empat untuk kemungkinan meninggal jika mereka terjangkit virus. Menariknya, persepsi keseluruhan tentang kemungkinan tertular COVID-19 tidak berubah secara signifikan.”
Studi bertajuk “Public Attitudes about COVID-19 Vaccination”, dengan 1.200 warga Amerika yang disurvei setiap bulan sejak Desember 2020 hingga Juni 2021, melacak perubahan sikap seputar persepsi risiko, pengambilan keputusan, preferensi kebijakan, dan perilaku pencegahan penyakit. Responden diberikan pertanyaan seputar mandat masker dan vaksin, pembatasan terhadap bar dan restoran serta tempat ibadah, kesediaan atau keraguan untuk divaksinasi, ketersediaan dan kemanjuran vaksin, serta sumber informasi terpenting mereka seputar COVID-19.
Studi ini menemukan bahwa meski beberapa negara bagian telah mencabut mandat terkait masker di seluruh wilayahnya, dukungan kuat publik terhadap mandat masker, yang tercatat sebesar 61 persen, tidak berubah sejak Desember.
Lebih lanjut, studi tersebut menunjukkan bahwa sekitar empat dari 10 warga Amerika “bersedia menerima vaksin,” dan mengaku sangat mungkin atau mungkin akan mengikuti vaksinasi COVID-19. Sementara itu, satu dari empat orang “ragu-ragu terhadap vaksin.” Mereka mengaku mungkin akan atau tidak akan mengikuti vaksinasi. Sekitar satu dari tiga warga Amerika tetap “menolak vaksin,” menyatakan bahwa mereka tidak mungkin atau sangat tidak mungkin mengikuti vaksinasi. Selama periode tiga bulan, persentase ini tetap stabil dan sebagian besar tidak berubah.
Jika dibandingkan dengan responden yang mengungkapkan penerimaan, responden yang menyatakan keraguan lebih cenderung berjenis kelamin perempuan, berkulit Hitam, dan/atau bersifat religius, dan mereka mengindikasikan kurangnya ketertarikan terhadap berita. Mereka juga kurang memercayai penyedia layanan kesehatan dan pakar kesehatan masyarakat, cenderung tidak menerima suntikan vaksin flu tahunan, serta menganggap vaksin COVID-19 kurang aman dan agaknya kurang efektif.
Menurut 23 persen responden, sumber informasi terpenting tentang pandemi COVID-19 adalah media berita, termasuk surat kabar, berita televisi, radio, situs web berita, diikuti oleh otoritas kesehatan federal, seperti yang mewakili CDC dan FDA pada angka 18 persen. Penyedia layanan kesehatan dan ilmuwan sama-sama dipilih sebagai sumber terpenting dengan proporsi 11 persen. Sementara beberapa responden menyebut media sosial atau pejabat negara bagian dan daerah sebagai sumber informasi utama mereka seputar COVID-19. [Xinhua]