WARTABUANA – “Hanya butuh 15 menit dari pendaftaran hingga menerima suntikan,” kata Li, penduduk dari Distrik Dongcheng di Beijing.
Li baru saja menerima suntikan pertama vaksin COVID-19. Sejak Festival Musim Semi atau Tahun Baru Imlek, program vaksinasi telah dibuka untuk penduduk di seluruh wilayah ibu kota China itu, setelah kelompok-kelompok utama, seperti pekerja yang bertugas menangani produk rantai dingin (cold-chain) impor, menyelesaikan proses vaksinasi dengan dua dosis.
Di Distrik Daxing di Beijing selatan, lokasi dilaporkannya kasus sporadis pada bulan lalu, lebih dari 310.000 penduduk telah menerima vaksin pada Sabtu (20/2).
China menerapkan strategi vaksinasi yang berbeda dari banyak negara lain. Menurut Komisi Kesehatan Nasional (National Health Commission/NHC) China, negara itu bertujuan untuk memvaksinasi populasi yang memenuhi syarat seluas mungkin, dan secara bertahap membangun tembok kekebalan di dalam populasi secara keseluruhan guna mengendalikan epidemi.
Pertama-tama, vaksinasi dilakukan kepada kelompok-kelompok utama, kemudian kepada kelompok berisiko tinggi dan dilanjutkan ke masyarakat umum, seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi vaksin.
Pasokan awal vaksin COVID-19 yang terbatas menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana memprioritaskan dosis yang tersedia. Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science bulan lalu, sejumlah peneliti Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa penularan dapat diminimalkan ketika vaksin diprioritaskan bagi orang dewasa berusia 20 hingga 49 tahun, tetapi kematian mencapai angka terendah ketika vaksin diprioritaskan bagi orang yang berusia di atas 60 tahun.
Para ahli mengatakan bahwa strategi vaksinasi harus mempertimbangkan situasi epidemi dan tujuan pengendalian.
Shao Yiming, ketua ahli di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengatakan bahwa strategi vaksinasi di China tergolong baik secara ilmiah jika mempertimbangkan situasi epidemi di negara itu.
Pada Desember, China resmi meluncurkan program vaksinasi COVID-19 untuk periode musim dingin-musim semi yang menyasar sejumlah kelompok utama, termasuk orang-orang yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin impor, petugas bea cukai, tenaga kesehatan, serta mereka yang bekerja di sektor transportasi umum dan pasar segar.
Wabah COVID-19 yang merebak di China selama beberapa bulan terakhir berkaitan dengan beberapa kelompok utama yang mewakili tidak lebih dari 20 persen populasi negara itu, kata Zhang Hongtao dari Universitas Pennsylvania.
Dia menyebutkan bahwa mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dalam kelompok-kelompok utama pada kesempatan pertama jauh lebih baik dibanding memvaksinasi orang-orang dalam jumlah yang sama dari populasi umum.
Hingga 9 Februari, China telah menyuntikkan 40,52 juta dosis vaksin COVID-19 kepada kelompok-kelompok utama, kata juru bicara NHC Mi Feng dalam konferensi pers.
Beberapa laporan baru-baru ini memperingatkan tentang potensi kesenjangan imunitas antara China dan negara-negara lain, mengingat terbatasnya jumlah kasus COVID-19 di China.
Feng Duojia, Presiden Asosiasi Vaksin China, mengatakan kesenjangan seperti itu tidak akan terjadi karena China mempromosikan vaksinasi massal bersamaan dengan rencana vaksinasi global, dan mungkin menyesuaikan rencana dan strategi vaksinasi berdasarkan perkembangan epidemi.
China memiliki tradisi yang baik dalam mengatasi epidemi melalui vaksinasi dan membangun tembok kekebalan untuk semua orang, kata Feng. Melalui vaksinasi, penyakit cacar diberantas, polio dibasmi, hepatitis B berkurang drastis, dan campak berhasil dikendalikan.
Bisa dimaklumi bahwa beberapa orang pada awalnya mungkin memiliki pertanyaan dan keraguan tentang vaksin COVID-19, tetapi masyarakat China memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan partisipasi publik dalam menyelesaikan masalah kesehatan, dan kesediaan masyarakat untuk melakukan vaksinasi tentunya akan semakin kuat dengan popularisasi ilmu vaksin, kata Feng.
Hal itu dibuktikan dengan kelancaran kemajuan program vaksinasi saat ini, ujarnya.
Bulan lalu, Ning Yi, seorang profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Peking, mengatakan dalam sebuah seminar bahwa dia tidak melihat adanya masalah terkait tingkat vaksinasi yang melebihi level untuk kekebalan kelompok di China.
Ning mengatakan bahwa dunia harus lebih peduli dengan negara-negara tertinggal. Tantangan pengendalian epidemi di masa depan sebagian besar berkaitan dengan kasus impor dari negara-negara yang tidak mendapatkan cukup vaksin.
Pekan lalu, China mengirimkan vaksin COVID-19 yang dikembangkan di dalam negeri ke beberapa negara berkembang, termasuk Meksiko, Belarus, Senegal, dan Kolombia.
Vaksin China menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi banyak negara berkembang untuk melawan pandemi COVID-19. Upaya China yang semakin luas untuk mempromosikan distribusi vaksin yang adil dan merata, terutama di negara-negara berkembang, menunjukkan bahwa China memenuhi komitmennya untuk menjadikan vaksin China sebagai barang publik global.
Menurut Kementerian Luar Negeri China, negara itu telah memberikan bantuan vaksin kepada 53 negara berkembang yang mengajukan permintaan, dan telah mengekspor vaksin ke 22 negara. China juga memutuskan untuk memberikan 10 juta dosis vaksin dalam negeri kepada inisiatif COVAX untuk memenuhi kebutuhan mendesak dari negara-negara berkembang.
Sedikitnya delapan kepala negara atau pemerintah asing telah menerima vaksin buatan China, dan banyak negara mengirim pesawat sewaan ke China untuk mengangkut vaksin, yang menunjukkan kepercayaan mereka terhadap keamanan dan kemanjuran vaksin China, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying.
Karena vaksin adalah solusi akhir untuk meraih kemenangan final atas virus tersebut, China telah memulai lebih awal dan melakukan upaya keras dalam mengembangkan vaksin COVID-19, mengadopsi berbagai pendekatan teknologi dan mengumpulkan sumber daya nasional untuk mempercepat prosesnya.
China telah memberikan persetujuan pemasaran bersyarat untuk dua vaksin yang dikembangkan di dalam negeri. Saat ini, China memiliki 16 vaksin COVID-19 yang sedang menjalani uji klinis, dengan enam di antaranya telah memasuki uji klinis tahap 3.
Sejumlah produsen vaksin China juga meningkatkan produksi vaksin untuk memastikan pasokan global. Yin Weidong, Chairman sekaligus CEO Sinovac, mengatakan perusahaannya telah membangun lini produksi kedua, yang akan meningkatkan kapasitas produksi tahunannya menjadi 1 miliar dosis. Perusahaan itu juga akan mengekspor vaksin setengah jadi ke beberapa negara, dan membantu membangun lini pengisian dan pengemasan lokal di negara-negara pengimpor untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, misalnya Indonesia.
Bisa atau tidaknya dunia dibuka kembali bergantung pada apakah akses untuk mendapatkan vaksin di seluruh dunia mengikuti prinsip keadilan, kata Zhang Wenhong, Kepala Pusat Penyakit Menular di Rumah Sakit Huashan yang berbasis di Shanghai sekaligus kepala tim ahli klinis COVID-19 Shanghai.
“Kolaborasi global adalah pilihan umum untuk semua negara di dunia,” kata Zhang. [Xinhua]