JAKARTA, WB – Dingin permulaan musim semi di bawah 10 derajat terusir oleh kehangatan yang mengalir dari 500 lebih pengunjung dan penjaja pasar senggol, yang mayoritas warga Indonesia diaspora yang tinggal di sekitar Australia Selatan, dengan aneka ragam aktivitas yang disajikan.
Meski hujan, gerimis, angin kencang beberapa kali sempat menerjang kota Adelaide, riuh dan kegembiraan tidak putus-putus meningkahi pasar senggol yang digelar Indopeduli Minggu sore (6/9/2015) di Cloisters, University of Adelaide, Australia Selatan, sebagai aksi solidaritas terhadap pasien-pasien Indonesia.
“Pasar senggol ini diadakan dalam rangka penggalangan dana buat Sara Cooper, anak dari Agatha WNI lulusan Universitas Indonesia, yang menderita kanker otak agresif sekaligus perpisahan Risma, pasien yang telah menjalani operasi rahang yang sebelumnya tidak bisa terbuka, terkunci, sehingga kesulitan sekali untuk makan dan minum” kata kordinator Indopeduli Nuraeni Mosel seperti yang disampaikan keterangan Serikat Jurnalis Keberagaman (Sejuk).
Disela-sela para pengunjung yang menikmati berbagai macam makanan dan penampilan kebudayaan khas Indonesia, Eni, panggilan akrabnya, bercerita bahwa Sara Cooper (13) Desember tahun lalu mengalami kehilangan kesadaran. CT scan menemukan benjolan besar di kepalanya yang disebabkan kanker otak. Setelah operasi 30 jam, akhirnya Sara dinyatakan “buta” dan sampai saat ini terus menjalani pengobatan.
Sementara, Risma (2) adalah salah satu pasien Royal Adelaide Hospital (RAH) yang menjalani operasi craniofacial, operasi plastik dan pembedahan untuk memperbaiki abnormalitas di sekitar kepala, dan akan segera pulang ke Nusa Tenggara Barat.
Terkait Indopeduli, ibu tiga anak ini menuturkan, mereka mendampingi dan memberikan bantuan kepada kepada pasien-pasien craniofacial dan orang tuanya yang kebanyakan berasal dari daerah dan keluarga yang “kekurangan,” bahkan beberapa tidak bisa baca-tulis apalagi berbahasa Inggris.
“Fakta bahwa Yayasan Senyum Bali memberikan bantuan logistik cuma-cuma kepada pasien dan orang tuanya serta para dokter RAH yang bersedia mengoperasi mereka tanpa biaya, lalu apa yang kita tunggu?” ujar Eni sambil membalas sapaan para pengunjung.
Ia pun menjelaskan kiprah Indopeduli yang tidak saja fokus pada pendampingan pasien dan keluarga penderita craniofacial, yang setiap tahun didatangkan dan difasilitasi Yayasan Senyum Bali untuk ditangani Departemen Craniofacial di Women and Children Hospital (RAH) Adelaide. Komunitas Indopeduli yang dibentuk 24 Maret 2014 ini juga membuka kemungkinan membantu WNI yang pernah tinggal di Adelaide dalam menjalankan program-program kemanusiaan di Indonesia.
Di antaranya, mereka sebelumnya melakukan penggalangan dana untuk pasien diabetes di Malang yang ditangani oleh alumni Flinders University, Adelaide. Indopeduli juga menyumbang pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh melalui mahasiswa yang tergabung dalam Aneuk Nanggroe South Australia (ANSA).
Terselenggaranya pasar senggol ini juga berkat kerjasama Indopeduli dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) Autralia Selatan dan partisipasi berbagai komunitas, rumah makan atau katering, gerai batik, potong rambut yang menjalankan bisnisnya di sekitar Adelaide, serta penampilan Adelindo Cilik (grup angklung yang dimainkan anak-anak), tarian Yapong, musik dengan lagu-lagu Indonesia, dan lain-lain.
“Kami bersyukur semuanya berjalan dengan baik dan didukung penuh antusias oleh berbagai pihak. Bersama Indopeduli kami tidak akan berhenti melakukan aksi-aksi kemanusiaan berikutnya untuk warga Indonesia yang banyak sekali membutuhkan uluran tangan kita semua,” ujar Ketua PPIA SA Muhammad Maulana dalam sesi evaluasi kegiatan. []