JATENG, WB – Ketidak kompakan antara calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tim sukses (Timses)nya mencuat kepermukaan terkait pernyataan Musdah Mulia, salah satu timsesnya yang menyatakan jika jadi presiden, Jokowi akan menghapuskan kolom agama pada KTP.
Saat dikonfirmasi awak media, Jokowi membantah pernyataan Musdah Mulia tersebut dan mengaku dirinya belum pernah menyatakan itu.
“Siapa yang bilang begitu? Tanyakan ke Bu Musdah, kapan ketemunya (dengan saya)?” ujar Jokowi di Tegal, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014).
Menurut Jokowi, sila pertama Pancasila dengan tegas menyebut Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya, agama merupakan identitas karakter bangsa Indonesia.
“Itu identitas karakter kita, ya tidak apa-apa dong ada dalam KTP,” ujar Jokowi.
Sebelumnya, Musdah Mulia, mengatakan, pasangan capres-cawapres tersebut akan menghapus kolom agama dalam KTP apabila berhasil memimpin pemerintahan. Musdah mengaku sudah berdiskusi dengan Jokowi mengenai hal tersebut.
Dia mengatakan, adanya kolom agama dalam KTP lebih banyak menimbulkan kerugian. Misalnya, ketika konflik antar agama terjadi di suatu daerah.
“Contoh lain lagi, kalau melamar pekerjaan, karena di KTP pelamar pekerjaan agamanya tidak sama dengan agama bosnya, maka tidak akan diterima. Itu diskriminasi,” kata aktivis perempuan tersebut ketika menjadi pembicara dalam diskusi mengenai visi dan misi capres, bertajuk “Masa Depan Kebebasan Beragama dan Kelompok Minor di Indonesia”, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2014).
Pada kesempatan yang sama, Musdah Mulia juga menyanpaikan rencana kontroversi kubu Jokowi terkait regulasi pembangunan rumah ibadah. Menurutnya, Jokowi akan menghapus semua regulasi yang dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM).
Salah satu penghapusan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
“Peraturan soal pendirian rumah ibadah itu akan dihapus. Aturannya menyulitkan kaum minoritas,” ujar Musdah.
Kubu Jokowi menganggap ada klausul peraturan yang memberatkan, yakni “dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang”. “Tidak mudah mengumpulkan tanda tangan 60 orang untuk mendapatkan izin pendirian rumah ibadah, apalagi jika yang diminta tanda tangan adalah warga yang agamanya berbeda dengan pihak yang akan mendirikan rumah ibadah,” papar Musdah.
Sebelumnya Ketua Tim Hukum dan Advokasi Joko Widodo-Jusuf Kalla Trimedya Pandjaitan memastikan, jika Jokowi menjadi presiden, pemerintahannya tidak akan mendukung pemberlakukan perda berbasis syariat Islam.
Menurut kubu Jokowi, Perda Syariat Islam bertentangan dengan Pancasila. “Ideologi PDIP Pancasila 1 Juni 1945. Pancasila sebagai sumber hukum sudah final. Ke depan kami berharap Perda syariat Islam tidak ada. Ini bisa mengganggu kemajemukan karena menciptakan pengotak-ngotakan masyarakat,” kata Trimedya beberapa waktui lalu.[]