WARTABUANA – Sikapi aksi massa yang ingin deklarasi #2019GantiPresiden, polisi harus netral dan jangan berasumsi tanpa data akurat dan bukti-bukti.
Hal itu disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengomentari peristiwa pengadangan massa deklarasi gerakan 2019 Ganti Presiden yang terjadi di Surabaya, Minggu (26/8/2018).
Pernyataan Polri yang menyebut gerakan tersebut mengancam persatuan bangsa hendaknya dibuktikan dengan fakta-fakta terhadap dugaan tersebut. “Polisi harus bertindak berdasarkan data dan fakta, bukan asumsi,” kata Suparji, Senin (27/8/2018).
Suparji menilai pengadangan massa oleh massa tidak dibenarkan secara hukum karena dapat berdampak negatif dan bukan penyelesaian hukum. Menurutnya perlu dilakukan mekanisme hukum yang berlaku.
“Deklarasi tersebut sebagai forum ilmiah atau unjuk rasa. Jika unjuk rasa, ada ketentuannya harus menyampaikan pemberitahuan kepada kepolisian,” ujarnya.
Di sisi lain Gerakan Ganti Presiden merupakan bagian dari aspirasi demokrasi, sehigga hendaknya juga ditempuh cara-cara yang demokratis. Selain itu terkait adanya dugaan bahwa deklarasi tersebut melanggar aturan lantaran belum memasuki masa kampanye, Suparji menyebut hal itu harus diserahkan ke Bawaslu.
“Kampanye kan konteksnya jelas mengajak untuk memilih, jadi terhadap masalah ini penyelesaiannya harus proporsional dan produktif tidak boleh kontraproduktif,” ungkapnya.
Sebelumnya Polri mengatakan tidak memberikan izin digelarnya aksi deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru, Riau dan Surabaya, Jawa Timur. Polri beralasan aksi tersebut dibubarkan karena dinilai berpotensi mengganggu ketertiban umum.[]