WARTABUANA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Senin (8/2) mengatakan kepada seluruh negara anggota bahwa 2021 merupakan “tahun yang krusial” dalam hal perubahan iklim.
“2021 adalah tahun yang krusial dalam perjuangan melawan perubahan iklim,” kata sekjen PBB itu dalam pertemuan negara-negara anggota, yang merupakan bagian dari persiapan menjelang konferensi iklim tahunan PBB terbaru atau COP26, yang akan digelar di Glasgow, Skotlandia, pada November. Konferensi yang awalnya dijadwalkan digelar tahun lalu itu terpaksa ditunda akibat pandemi COVID-19.
Dunia masih jauh dari target yang disepakati untuk mengurangi pemanasan global sesuai dengan isi Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim, demikian Guterres memperingatkan saat berupaya mendorong komitmen yang lebih besar untuk mencegah malapetaka iklim.
Meski mengakui kemajuan yang telah dicapai dalam setahun terakhir, termasuk pengurangan emisi karbon, Guterres mengatakan semua itu tidaklah cukup.
“Dunia masih jauh dari target, dengan tetap berada dalam batas 1,5 derajat Perjanjian Paris,” kata Guterres kepada negara-negara anggota. “Inilah mengapa kita membutuhkan ambisi yang lebih besar, ambisi yang lebih besar dalam hal mitigasi, ambisi soal adaptasi, dan ambisi soal keuangan.”
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers di kantor pusat PBB di New York pada 28 Januari 2021. (Xinhua/Xie E)
Menggarisbawahi prioritas PBB, sekjen PBB itu mengatakan koalisi global untuk mewujudkan emisi net zero perlu dikembangkan guna mencakup lebih dari 90 persen dari total karbon yang memasuki atmosfer.
Mengingat komitmen ini perlu didukung rencana yang jelas dan kredibel, dia mendesak negara-negara untuk memberikan kontribusi yang ditetapkan secara nasional yang jauh lebih ambisius, sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Paris. Dia menambahkan bahwa “ekonomi-ekonomi besar dan para anggota G20 harus memimpin.”
Lebih lanjut, Guterres mengatakan pemakaian batu bara harus dihapuskan pada tahun 2040, sementara pembiayaan untuk sektor tersebut, dan untuk bahan bakar fosil lainnya, harus dialihkan ke solusi energi bersih.
Dia juga menyerukan terobosan dalam adaptasi dan ketahanan, yang membutuhkan lebih banyak dukungan terhadap negara-negara rentan, termasuk negara-negara tertinggal dan negara-negara kepulauan kecil yang masih berkembang.
“Kita memiliki kewajiban moral untuk bertindak jauh lebih baik, dan dengan inisiatif dan instrumen keuangan yang baru serta ditingkatkan,” ucap Guterres.
“Negara-negara maju harus memenuhi komitmen mereka yang dibuat lebih dari sepuluh tahun lalu dan ditegaskan kembali di Paris, untuk mengucurkan 100 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.000) per tahun untuk pendanaan iklim ke negara-negara berkembang. Ini harus sepenuhnya diwujudkan menjelang COP26.”
Dengan sembilan bulan tersisa menuju Glasgow, dan gangguan berupa pandemi COVID-19 yang masih berlanjut, Guterres menekankan komitmen PBB untuk memastikan negosiasi persiapan digelar secara virtual.
“Kita tidak bisa membiarkan pandemi menghalangi kita dalam bekerja sama di jalur penting menuju Glasgow ini. Meski akan ada tantangan, kita harus beradaptasi. Taruhannya terlalu tinggi untuk melakukan sebaliknya,” ujar sekjen PBB itu.
Guterres mengarahkan para pejabat PBB di seluruh dunia untuk menyediakan kantor dan lokasi sehingga semua negara dapat berpartisipasi dalam negosiasi virtual tersebut.
“Kami akan mendukung proses ini dengan segala cara yang bisa dilakukan demi memastikan keberhasilannya,” imbuh Guterres. [Xinhua]