JAKARTA, WB – Refleksi 20 Tahun Reformasi yang digelar Perhimpunan Aktivis Nasional (PENA) 98, menguak informasi kongkrit atas lengsernya pemerintahan rezim orde baru.
Aktivis 98 yang memimpin aksi reformasi, telah meruntuhkan pemerintahan otoriter Soharto 20 tahun yang lalu.
Dalam diskusi Refleksi 20 Tahun Reformasi kali ini, menghadirkan para aktivis 98, yakni Eli Salomo Sinaga dan Roy Simanjuntak dari Forkot, dan Sayed Junaidi Rizaldi (Pak Cik). Yang menarik dalam diskusi kali ini adalah mereka sepakat sudah saatnya aktivis 98 masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan.
“Sudah waktunya aktivis 98 masuk kabinet, saya menguslkan kawan-kawan masuk kabinet,” kata Wahab, aktivis 98 dari Unija dalam diksuksi Refleksi 20 Tahun Reformasi yang digelar Perhimpunan Aktivis Nasional (PENA) 98 di Jakarta, Jumat (27/4/2018).
Wahab menilai sudah saatnya aktivis 98 yang memimpin aksi reformasi meruntuhkan orde baru (orba) untuk masuk kabinet, dan dia mengusulkan Sekjen PENA 98, Adian Napitupulu pantas masuk kabinet.
“Kenapa hari ini posisi tawar kita lemah, memang aktivis 98 waktu itu kiat standingnya di gerakan moral. Kita tidak di gerakan politik, meskipun yang kita lakukan adalah tindakan politik. Karena di gerakan moral itulah kita bisa jatuhkan Soeharto. Kita wakafkan diri kita untuk bangsa dan negara,” ujarnya.
Wahab menambahkan, saat itu ada tawaran dari BJ Habibie atau Amien Rais pada rapat di Semanggi, dimana ada jatah 100 orang untuk aktivis 98 untuk masuk parlemen, namun kata Wahab, saat itu aktivis 98 menyatakan sikap menolak tawaran tersebut.
“Kita menentukan sikap untuk tidak menerima tawaran untuk masuk parlemen, kalau waktu itu kita berpikir politik, kita sekarang senior di DPR. Karena waktu itu tawaran 100 orang aktivis untuk masuk parlemen, kami tolak, clear, itu sikap kita,” ujarnya.
Saat itu para aktivis 98 menolak tawaran tersebut karena tidak percaya terhadap parlemen setelah 32 tahun era orba tidak melakukan tugas dan fungsinya sesuai amanat yang diberikan rakyat.[]