NEW YORK – Selama tahun 2015, sebanyak 69 wartawan tewas di seluruh dunia. Para jurnalis tersebut tewas saat menjalankan pekerjaannya. Dan ternyata dari 28 orang jurnalis itu, tewas lantaran dibunuh oleh kelompok militan, termasuk Alqaidah dan ISIS.
Komite Pelindung Wartawan menjelaskan, Suriah adalah tempat paling mematikan bagi wartawan, meskipun jumlah kematian pada 2015 ini, lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya dalam konflik.
“Wartawan adalah yang paling rentan,” papar Direktur Eksekutif Komite Joel Simon.
Ia mengatakan, wartawan yang bekerja di Suriah dan daerah lain yang dibanjiri dengan ekstrimis Islam, justru memiliki risiko luar biasa. Mereka dibunuh oleh kelompok-kelompok ekstrimis Islam tahun ini, termasuk delapan wartawan tewas dalam serangan di Paris pada Januari di kantor majalah satir Charlie Hebdo.
Pada Oktober, dua wartawan Suriah Fares Hamadi dan Ibrahim Abd al-Qader dibunuh oleh militan ISIS. Selain yang tewas di daerah konflik, wartawan di beberapa juga tewas setelah melaporkan pemberitaan yang sensitif. Setidaknya 28 wartawan yang tewas telah menerima ancaman sebelum kematian mereka.
Di Brasil, seorang penyiar radio yang sering dikritik polisi setempat dan politisi Gleydson Carvalho tewas ditembak saat melakukan penyiaran acara di radionya Agustus sore. Komite melacak ada enam pembunuhan di Brasil tahun ini. Angka tersebut adalah yang tertinggi selama ini.
“Wartawan adalah target,” kata Simon.
Negara-negara lain dengan beberapa wartawan yang tewas termasuk Bangladesh di mana kelompok-kelompok ekstrimis diduga menyebabkan kematian empat blogger dan penerbit. Sudan Selatan di mana lima jurnalis yang bepergian dengan seorang pejabat lokal tewas dalam penyergapan oleh kelompok bersenjata tak dikenal.
Kematian di Bangladesh, termasuk serangan kepada blogger Bengladesh-Amerika dan penulis Avijit Roy Februari lalu. Serangan dilakukan dengan parang di jalanan yang ramai di Dhaka. Irak, Yaman dan Brasil juga melihat setidaknya lima wartawan tewas pada 2015.