WARTABUANA – Dualisme BP Batam Ex Officio Walikota Batam yang terus bergulir, Ampuan Situmeang, Ketua Dewan Pakar Hukum Kadin Batam menyarankan segera dibuat Perpu-nya karena Presiden berada diatas Undang Undang (UU).
“Kalau persoalan ini dibuatkan Perpu silakan, karena Presiden berada diatas UU. Artinya jika ada UU yang menghambat nanti maka dibikinkan Perpu. Seperti diketahui Presiden tidak boleh melanggar UU, tapi dia ada diatas UU. Kalau ada UU yang menghalangi dia menjalankan kedaruratan. Ganti UU dengan Perpu,” papar Ampuan Situmeang Ampuan Situmeang dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Senin (24/12/2018).
Pertanyaannya ini di penghujung tahun politik butuh pertimbangan matang mengeluarkan Perpu disituasi sekarang. Oleh karena itu, dari sudut pandang investor situasi ketatanegaraan yang seperti ini tentunya bagi para pengusaha membuat kebingungan, lanjut Ampuan lagi.
Memang kalau pimpinan BP Batam disatukan kepada Walikota Batam, secara ex officio, maka secara jelas dilarang oleh UU, apalagi lalu dipaksakan untuk dijalankan.
“Kami dari Kadin melihat, keluhan dari pengusaha, selalu berubah ubah, ganti kepemimpinan dan ganti kepemimpinan lagi. Kalau nanti ini dialihkan kembali BP Batam itu, dan siaran pers itu tidak menyebut dialihkan. Oleh katenanya, BP Batam Tidak Bubar, Pimpinannya saja yang di Ex officio kan. Lantas, bagaimana caranya mengelola kawasan ini selanjutnya, karena substansinya beda sekali?”, tanya Ampuan.
UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 76 ayat 1 huruf ( h), jelas menyebutkan Walikota dilarang merangkap jabatan. Ini UU, tidak bisa dianulir oleh PP. Bahkan berhembus ada Rapat di Menko yang membahas Perubahan PP 46 tahun 2007. Itu yang diubah. Lalu diselipkan disitu, supaya bisa ex officio. Inikan PP, sementara disisi lain berhadapan dengan UU Pemda.
Memang kalau pimpinan BP Batam disatukan kepada Walikota Batam, secara ex officio, maka secara jelas dilarang oleh UU, apalagi lalu dipaksakan untuk dijalankan. Bagaimana kelanjutan pengelolaannya nanti? Pengelolaan kawasan perdagangan bebas dilakukan oleh BP Batam, yang dipimpin secara ex officio oleh Walikota Batam. Sedang disiapkan aturan regulasi yang akan mengaturnya. Jadi baru akan, kapannya akan, mungkin habis pemilu, atau awal tahun mendatang.
Dengan kata lain, dalam kesempatan yang sama, Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk, mengatakan bahwa pemerintah harus berhati-hati mempelajari dan mempertimbangkan kebijakan yang diputuskan, saat ini memang telah disiapkan rencana PP yang dalam waktu dekat akan diumumkan Presiden.
“Kami berharap pemerintah bijak memutuskan dan mengedepankan masa depan bangsa dengan menjadikan Batam sebagai kawasan nasional strategi ekonomi indonesia,” jelas Jadi Rajagukguk.
Polemik dualisme ini bersumber dari siaran pers Menko Ekuin yang isinya adalah didalam Ratas Kabinet Terbatas di Istana yang membahas tentang pengembangan BP Batam, mengambil keputusan penting. Keputusan penting itu atas menyudahi dualisme, sebagai solusi dualisme kepemimpinan, bukan kewenangan. Pimpinannya yang dualisme disatukan, bukan kewenangannya. UU No.53 tahun 1999 yang menetapkan otonomi Batam itu jelas. Mana itu urusan BP, dan mana selebihnya urusan Pemko.
Tapi jangan lupa sejarah Batam, Ampuan Situmeang mengingatkan, bahwa Batam ini memang diurus dari awal itu dengan kewenangan dari Pusat. Tapi sejak tahun 1999 atau sejak Otonomi Daerah atau sejak Reformasi. Maka muncul UU No.53 dan UU ini menetapkan Otonomi Daerah di Batam.
Padahal di Batam itu sesungguhnya tidak ada Otonomi Daerah sesuai PP 34 tahun 1983 yang membentuk Pemerintahan Kotamadya Batam. Hanya saja yang menjadi persoalan, yakni di pasal 21 ayat 3 UU 53 itu seharusnya dibuat PP untuk mengatur kerja antara dua lembaga tersebut hingga kini belum teralisasi. Bahkan tim perumus PP pun sudah dibentuk saat itu.
“Di dalam Pasal 21, Otorita Batam disempurnakan (ayat 2), (ayat 3) hubungan kerja antara Otorita Batam dengan Pemko Batam diatur dalam peraturan. Penjelasan ayat 3 mengatakan untuk mencegah tumpang tindih dibuatlah PP. Jadi solusi dualisme adalah PP yang mengatur hubungan kerja antara Pemko dan BP. Itu perintah UU loh. Yang merancang PP itu seharusnya Kemendagri karena ini menyangkut Otonomi Daerah, terus mengapa digodok di Menko. Ini aneh. Yang diatur adalah Otonomi Daerah ex ooficio Walikota tapi kok digodok di Menko,” tegas Ampuan Situmeang.