JAKARTA, WB – Pro kontra hasil voting UU Pilkada terus berlanjut. Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menampik jika Pilkada melalui DPRD dianggap kemunduran. Justru banyak negara maju menggunakan cara perwakilan dalam memilih pimpinan.
“Siapa yang bilang Pilkada melalui DPRD itu merampas hak rakyat dan membuat demokrasi di Indonesia mundur?” ungkap politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo (BS) di Jakarta, Senin (29/9).
Untuk menjawab ini, jelasnya, perlu disamakan dulu persepsi kita tentang definisi demokrasi. “Dan siapa rakyat yang dimaksud. Agar kita tidak asbun dan sotoy (sok tahu),” tambahnya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, bahwa negara-negara di dunia ini menggunakan dua sistem pemerintahan. Yaitu parlementer dan presidensial.
Negara-negara Eropa, India, Malaysia, Singapura, Jepang, Australia dll, melakukan pemilihan langsung oleh rakyat hanya satu kali, yakni saat memilih anggota Parlemen.
“Setelah itu, anggota parlemen itulah yg memilih PM (kepala pemerintahan), Presiden (kepala Negara), gubernur dan major (walikota),” jelasnya.
Lebih lanjut Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar ini memaparkan, bahwa pada sistem presidential, seperti AS, pemilihan presiden saja tidak langsung oleh rakyat (OMOV). Tapi melalui perwakilan.
Negara-negara maju dan hampir sebagian besar negara, menggunakan sistem perwakilan. Ini juga demokrasi.
“Jadi, Pilkada via DPRD yang baru saja kita putuskan, tidak berarti kita mundur. Kita harus sadar ekses buruk dari pada pilkada langsung seperti masalah anggaran, konflik, keamanan, dll,” tegasnya.
Diingatkan, bahwa kita jangan terprovokasi dengan kekuatan asing dan aseng melalui media-media yang mereka kuasai. Mereka sengaja mengasut rakyat karena kepentingan mereka terganggu. Sementara antek-antek asing dan aseng mulai teriak-teriak menjual nama rakyat.
“Pertanyaannya, rakyat mana yang menolak Pilkada via DPRD? Bukankah rakyat yang diwakili oleh parpol lebih dari 65% ada di Koalisi Merah Putih (KMP), juga ada 63 juta rakyat memilih Prabowo?” tanyanya.
Bahkan, organisasi-organisasi besar Islam seperti Muhamadiyah dan NU, secara resmi dan terang-terangan mendukung pilkada via DPRD. Kita sadar, perbedaan pasti terjadi antara kita. Tapi kalau sudah jadi UU, maka kita sebagai warga yang baik, kita wajib ikuti dan taati.
“Yang protes, silakan salurkan sesuai aturan, ke MK. Kita harus waspada adanya upaya adu domba antar rakyat oleh antek-antek asing dan aseng dengan berkedok demokrasi. Dan itu bisa kita petakan. Mulai dari media, pengamat, akademisi hingga LSM,” pungkasnya. [bs]