JAKARTA, WB – Polemik mengenai Pemilihan Kepala Daerah menjadi semakin memanas dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 dan 2 sebagai pengganti dari Undang-Undang nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu.
Polemik itulah yang kini membuat masyarakat “galau” lantaran hak mereka dalam demokrasi telah direnggut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang notabennya merupakan hasil dari Pilkada langsung, tak tinggal diam atas keputusan DPR yang mensahkan RUU Pilkada menjadi UU.
Maka dari itu, SBY akhirnya menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah yang awalnya dipilih melalui DPRD untuk diubah menjadi Pilkada langsung melalui Perppu tersebut.
Tapi tetap saja, dikeluarkannya Perppu tersebut bukan jadi jawaban akhir polemik ini, karena Perppu tersebut juga harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Jika DPR menolak Perppu tersebut, maka bukan tak mungkin pemilihan kepala daerah tetap melalui DPRD.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bila terjadi penolakan terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 maka ke depannya akan tergantung bunyi dari undang-undang tentang pencabutan Perppu tersebut.
“Bila ingin diberlakukan kembali Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 maka akan ada rancangan untuk disetujui bersama antara DPR dengan presiden. Tapi, masa Jokowi menyetujui Pilkada tidak langsung,” kata Refly dalam diskusi di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/10/2014).
Dikatakannya, bila terjadi seperti penolakan Perppu dan ada keinginan untuk menghidupkan kembali UU Nomor 22 Tahun 2014 dari DPR tentu bakal ada penolakan dari presiden selanjutnya, Joko Widodo. Hal ini tentu akan menjadi persoalan baru dengan adanya kekosongan hukum.
“Kekosongan hukum tersebut harus diatasi dengan kesepakatan presiden dan DPR. Kalau ujungnya dikeluarkan Perppu-Perppu lagi maka akan ada chaos ketatanegaraan,” ujarnya.
Senada dengan Refly, pakar hukum tata negara lainnya Saldi Isra menyatakan bila penelokan Perppu tersebut tidak serta merta akan memberlakukan UU Nomor 22 Tahun 2014.
Berdasarkan pasal 52 ayat 6 dan 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Undang-undang menyatakan bila Perppu dicabut maka harus ada rancangan undang-undang untuk pencabutan Perppu itu.
“Dalam undang-undang pencabutannya nanti akan diatur juga tentang Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014,” tutur Saldi.[]