WARTABUANA – Sekelompok peneliti Australia menyelidiki penyebab banyak pasien COVID-19 juga mengalami trauma jantung, serta mengungkap cara-cara baru untuk pengobatan yang efektif.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa sekitar seperempat pasien yang dirawat inap dengan COVID-19 parah menderita cedera kardiovaskuler, dan hingga dua pertiga mengalami inflamasi pada jantung.
Sebuah studi yang dirilis pada Kamis (4/3) oleh Institut Riset Medis QIMR Berghofer Australia mengungkap beberapa cara COVID-19 bisa menyebabkan kerusakan ini, serta mengidentifikasi obat-obatan yang berpotensi dapat melindungi dari atau membalikkan trauma kardiak.
“Kami berpendapat bahwa pemahaman atas dasar-dasar biologis dari kerusakan jantung penting guna mengidentifikasikan obat yang memiliki peluang keberhasilan jauh lebih tinggi,” kata James Hudson, seorang lektor kepala yang memimpin Kelompok Riset Bioteknologi Kardiak di QIMR Berghofer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus COVID-19 parah, sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan, melepaskan molekul-molekul inflamasi yang disebut sitokin ke dalam aliran darah. Dijuluki sebagai “badai sitokin”, reaksi ini bisa merusak sejumlah organ, termasuk jantung.
Berdasarkan temuan penelitian ini, perusahaan Kanada Resverlogix memperluas uji coba klinis obatnya, apabetalone, pada pasien COVID-19 guna menguji apakah obat tersebut bisa mengobati kerusakan jantung.
Untuk melaksanakan penelitian ini, tim di QIMR Berghofer menggunakan ribuan organoid miniatur jantung manusia yang dikembangkan di laboratorium. Oleh para peneliti, organoid tersebut dipapari dengan darah pasien COVID-19.
“Kami memapari jaringan jantung hasil rekayasa bioteknologi dari sel punca dengan darah pasien COVID-19, dan menemukan bahwa darah tersebut menyebabkan disfungsi, bahkan saat virus tidak menginfeksi jaringan,” urai Hudson.
“Kami kemudian menggunakan organoid jantung mini tersebut untuk menyaring beberapa obat yang telah ada yang dapat menghambat protein ini, dan menemukan bahwa obat-obat tersebut dapat mencegah serta membalikkan kerusakan.”
Salah satu obat yang terbukti efektif dalam memblokir respons inflamasi adalah apabetalone. Karena telah menjadi fokus uji coba klinis untuk penyakit kardiovaskuler selama lebih dari lima tahun, obat ini bisa tersedia lebih cepat untuk mengobati pasien COVID-19.
Penelitian ini didukung oleh pendanaan dari pemerintah Negara Bagian Queensland, dan dipercepat dengan Dana Masa Depan Penelitian Medis (Medical Research Future Fund/MRFF) pemerintah federal Australia yang membantu mengidentifikasi pengobatan baru untuk COVID-19.
“Riset organoid kardiak Profesor Hudson ini telah menjadi yang terdepan di dunia, dan memberikan cara cepat untuk menguji obat-obatan baru potensial,” kata Menteri Kesehatan Queensland Yvette D’Ath. [Xinhua]