WARTABUANA – Dari hasil hitung cepat (quick count) seluruh lembaga survei Pemilu 2019 telah mengunggulkan pasangan Joko Widodo-Ma`ruf Amin dengan perolehan suara berkisar 53 sampai 54 persen.
Bahkan di perhitungan rekapitulasi sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Minggu (21/4), pasangan Jokowi-Ma`ruf masih unggul 54,28 persen dengan suara yang masuk 11,1 persen.
Aktivis Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (Pena 98), Adian Napitupulu menilai, dari hasil hitung cepat dan rekapitulasi suara KPU, kemenangan pasangan Jokowi-Ma`ruf Amin sesungguhnya sudah terlihat. Artinya, kemenangan Jokowi di Pemilu 2019 merupakan kemenangan rakyat dan demokrasi.
“Kemenangan Jokowi adalah kemenangan Indonesia. Kemenangan Jokowi adalah kemenangan bagi demokrasi,”papar Adian Napitupulu, dalam keterangannya saat Syukuran Kemenangan Jokowi-Amin, ‘Setelah Menang, Mau Apa’ di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Dalam kesempatan itu, Adian Napitupulu mengingatkan, saat ini tidak ada alasan kuat untuk mengerahkan kekuatan massa atau people power. Menurutnya, people power dilakukan untuk melawan pemerintah yang semena-mena dan menindas rakyat.
“People power bergerak bukan karena kalah pemilu. People power karena ada kejahatan kepada rakyat. Kalau habis pemilu menggerakkan orang, itu namanya people ngambek,” ucap Adian.
Adian Napitupulu mengingatkan kepada kelompok yang kalah pemilu untuk tidak terus menghembuskan isu dan mencoba-coba menggerakkan rakyat melalui kegiatan inkostitusional people power.
“Hentikan ancaman people power itu. Angkatan 98 jangan dipaksa kembali berhadap-hadapan. Kalau memang Prabowo kalah lagi, kan memang sudah biasa. Sesuatu yang berulangkali, seharusnya sudah biasa buat dia. Prabowo hentikan marahnya, kasih Jokowi kesempatan membangun bangsa ini,” ucap Adian Napitupulu.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan, pasca-Pemilu 2019 sesungguhnya masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh presiden terpilih di antaranya menyelesaikan masalah kebinekaan yang berhubungan dengan masifnya gerakan intoleran dan radikal.
“Isu kebinekaan masih menjadi isu yang disikapi ke depannya. Kaum intoleran dan radikal masih menjadi PR besar. Ada partai yang berbasiskan gerakan itu. Yang kita khawatirkan bukan 2019, tapi 2024. Mereka melakukan konsolidasi terus menerus,” tandas Sakti Wahyu Trenggono.[]