JAKARTA, WB – Pemerhati pemilu dari Lembaga Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan Suharto, dengan gamblang mengatakan kalau proses pelaksanaan pemilu 2014, merupakan pelaksanaan pemilu yang paling jorok, dekil dan brutal dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Dia katakan jorok dan brutal, pasalnya hampir semua daerah yang melaksanakan pemilihan umum legislatif (pileg) yang dihelat pada 9 April 2014 lalu itu, ternyata banyak mafia yang melakukan penggelembungan suara hasil pileg di tiap daerah pilihan (dapil).
“Inilah pemilu paling berutal, kotor dan paling jorok dalam demokrasi pancasila.
Telah terjadi proses perampokan suara dari lintas partai yang sistemik dan ternyata cukup rapi,” beber Irwan saat dijumpai di gedung Bawaslu, Sabtu (3/5/2014).
Dikatakan cukup rapi, lanjut Iwan, karena para pelaku (pemain) dari kecurangan-kecurangan di pileg tersebut, tidak hanya melibatkan para pihak penyelenggara di tiap-tiap TPS, melainkan juga melibatkan para elit-elit partai masing-masing caleg.
“Saya tidak menyangka kalau problema politiknya sangat besar. Jadi saya katakan, ini balik lagi sama bos-bos di partai Anda diparlemen. Sistem itu hasil keputusan DPR sebelumnya, dan seharusnya hal-hal seperti ini sudah bisa diantisipasi karena pastinya akan ada kecurangan yang akan terjadi,” ujar Irwan.
Kecurangan atau pelanggaran penggelembungan suara dalam perhelatan demokrasi pemilu, memang hal lumrah terjadi. Sebab berbagai kecurangan yang terjadi itu, kata Irwan bukanlah kali pertama. Bahkan penggelembungan suara sudah terjadi sejak pemilu 2004, dimana sistem pemilu pertama diberlakukannya pemilihan para wakil rakyat secara langsung.
“Di pemilu 2014, itu hampir rata-rata terjadi kecurangan disetiap dapil. Jadi yang bilang pemilu 2014 pemilu terbaik, itu statement yang ceroboh. Jika pilegnya saja seperti ini, maka presidennya akan menghasilkan presiden odong-odong,” pungkas Irwan.[]