WARTABUANA – Untuk menghadapi tantangan zaman, Indonesia membutuhkan sistem pendidikan berlandaskan Pancasila yang mampu mengembangkan manusia pembelajar yang berkarakter, kreatif, dengan kemampuan tata-kelola dan kepemimpinan dalam rangka mengupayakan kebaikan hidup bersama.
Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam Focus Group Discussion (FGD) Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban: Menuju Cita-Cita Nasional dengan Paradigma Pancasila dengan topik Pendidikan Mewujudkan Manusia Kreatif di Golden Ballroom Hotel Sultan, Jumat (17/5/2019).
Acara yang digagas Aliansi Kebangsaan itu juga menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya Prof. DR. Gunawan Suryoputro M,Hum, Prof. DR. H. Arief Rachman M.Pd, Prof. Didin S Damanhuri, Yudi Latief P.hD dan beberapa narasumber lain.
Menurut Pontjo, sebab utama munculnya berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan itu karena kelalaian dan pengabaian prinsip-prinsip fundamental negara dalam pilihan, kebijakan dan praktik pembangunan.
Beberapa masalah yang dijumpai antara lain kadar mentalitas dan spiritualitas bangsa. Dimana saat ini mentalitas bangsa Indonesia sebagian besar cenderung konsumtif dibanding produktif. Mentalitas seperti ini mencengkeram kuat masyarakat Indonesia sehingga mereka memilih menjadi user dan consumer saja.
“Padahal, daya respon kita untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekuarangan itu sangat ditentukan oleh ketahanan landasan perjuangan, melalui penguatan dasar negara,” tegasnya.
Oleh karena itu Pontjo memaparkan, Pancasila harus kembali dikuatkan sebagai dasar falsafah pembangunan, teropong untuk memandang pembangunan, serta kaidah penuntun pembangunan. Sebagai dasar, cara pandang, dan panduan pembangunan, Pancasila itu mestinya dijadikan paradigma pembangunan yang harus ditempatkan di atas sekaligus merembesi segala bidang pembangunan lainnya.
Banyak pihak sepakat, salah satu prioritas pembangunan Indonesia adalah meningkatkan mutu pendidikan. Sebab dengan pendidikan bermutu maka harkat dan martabat bangsa bisa terangkat. Tetapi faktanya, dunia pendidikan kita menghadapi tantangan berat ditengah perkembangan dunia yang ditandai dengan akselerasi iptek seperti IR 4.0 dan Society 5.0 ini.
Karena itu, menurut Prof. Gunawan Suryoputro, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Indonesia perlu segera menyesuaikan diri. Pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia pembelajar kreatif yang mampu mengarungi kehidupan sesuai dengan zamannya. “Tetapi tentu tidak mudah untuk mewujudkan pendidikan yang mampu mengembangkan manusia pembelajar kreatif,” katanya.
Menurut sekretaris Forum Rektor Indonesia (FRI) tahun 2017 ini, beberapa masalah yang dijumpai antara lain kadar mentalitas dan spiritualitas bangsa. Dimana saat ini mentalitas bangsa Indonesia sebagian besar cenderung konsumtif dibanding produktif. Mentalitas seperti ini mencengkeram kuat masyarakat Indonesia sehingga mereka memilih menjadi user dan consumer saja.
“Disisi lain tingkat spiritualitas hanya sebatas mengamalkan nilai-nilai agama tekstual saja, kurang menggunakan nalar jernih dan pengalaman berkaitan dengan alam, social dan humanitas. Padahal dalam Islam manusia seyogyanya menggunakan metode spiritual bayani, buhani dan ifrani dalam kehidupannya sebagai upaya menjadi pembelajar kreatif,” kata Gunawan.[]