JAKARTA, WB – Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat menilai bahwa Indonesia belum memiliki kebijakan peta jalan (road map) yang jelas dan ideal untuk diterapkan.
Keadaan ini, tambah Adang, menjadikan Indonesia dapat menjadi negara yang terlambat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga, berdampak pada ancaman dari sisi persaingan global di masa yang akan datang.
“Selama saya duduk di Komisi IX ini, saya melihat peta jalan bidang ketenagakerjaan negara ini harus terus dievaluasi dan dilakukan perbaikan, agar ke depannya kita tidak terkaget-kaget dengan persaingan SDM dari luar yang akan merangsek ke negara kita akibat perjanjian internasional,” jelas Adang belum lama ini.
Adang pun menjelaskan selama ini kebijakan pemerintah banyak mengundang investor yang bergerak pada sektor yang menyerap ternaga kerja yang tidak membutuhkan keahlian khusus (unskilled worker).
“Jika semakin lama kadaan ini terus berlangsung, akan mengakibatkan bangsa ini makin kehilangan daya saingnya,” kata Adang.
Lapangan kerja yang bersifat unskilled worker tersebut, mengakibatkan tidak sinerginya antara proses pendidikan formal dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal itu terbukti dari masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, yaitu sebesar 7,02 juta orang (5,5 persen) menurut data dari Kemnaker.
“Ada sesuatu yang harus dievaluasi secara teliti dan mendetail terkait masalah SDM negara kita. Selama ini angkatan kerja produktif kita, setelah bertahun-tahun belajar, ternyata anak didik yang lulus tidak memiliki keahlian sesuai harapan dan lapangan pekerjaan yang tersedia pun tidak membutuhkan keahlian khusus”, ungkap dokter lulusan UNPAD, Bandung, ini.
Kondisi itu berlangsung secara terus-menerus, sehingga mengakibatkan seringnya terjadi demonstrasi besar-besaran kaum buruh dalam rangka menuntut hak kenaikan gaji. Padahal, di sisi lain, buruh juga memiliki hak peningkatan keahlian khusus, sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan kapasitas dan jenjang karier selanjutnya.
Dengan kondisi minus keterampilan dan rendahnya gaji tersebut, membuat landscape ketenagakerjaan Indonesia berdaya saing dan berdaya tawar rendah. Sebagai gambaran, UMR tertinggi di Indonesia pada tahun 2016 ada di Kota Bekasi sebesar Rp 3.605.272 yang diikuti Kabupaten Bekasi sebesar Rp 3.601.650 dan DKI Jakarta sebesar Rp 3.100.000. Sedangkan UMR terendah ada pada berbagai daerah yang tersebar di propinsi di Indonesia berkisar sekitar 1,3 juta rupiah.
“Saya memberi peringatan kepada pemerintah bahwa kondisi tenaga kerja kita saat ini apabila semakin tidak sejahtera karena mendapatkan imbalan yang hanya cukup untuk makan, maka semakin lama akan semakin kehilangan daya tawar karena persaingan sesama pencari kerja pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. Di sinilah titik poin mengapa pemerintah harus dengan segera memberbaiki kebijakan,” tandasnya.[]