JAKARTA, WB – Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti meminta agar sidang-sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berlansung secara terbuka terkait pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang diduga dilakukan oleh Pimpinan DPR.
“Jenis pelanggaran yang dilakukan termasuk kategori berat dengan sanksi berat pula. Yakni sanksi yang dapat memberhentikan terlapor. Setidaknya ada 4 pasal aturan kode etik yang diduga dilanggar oleh terlapor. Yakni pasal pasal 2 ayat 1 dan 2 soal kepentingan umum, pasal 3 ayat 2, 3 dan 4 soal integritas, pasal 4 ayat 1 dan 2 soal hubungan dengan mitra kerja, pasal 6 ayat 4 soal keterbukaan dan konflik kepentingan,” ujar Ray dalam keterangan yang diterima Wartabuana.com, Jakarta, Selasa (24/11/2015).
“Terlapor adalah pimpinan DPR yang diduga melakukan kegiatan yang bukan tupoksinya. Dengan sendirinya kejadian ini dapat dilihat sebagai kejadian yang tidak biasa. Dan ini juga merupakan sidang kedua bagi terlapor. Sidang pertamanya adalah soal pertemuan dengan Donald Trump. Objek dari dugaan adanya pencatutan itu mengenai nama presiden dan wakil preisiden,” imbuh Ray.
Menurut Ray pencatutan nama mereka jelas berimplikasi serius. Lebih-lebih pencatutan itu dilakukan untuk kepentingan diri sendiri. Dan pencatutan itu dilakukan untuk menarik keuntungan bagi diri sendiri. Dalam kasus ini diduga adanya permintaan pembagian saham freeport untuk dibagi-bagikan kepada elit-elit politik tertentu. Dengan semua pertimbangan ini amat mudah untuk membuat keputusan bahwa kasus ini adalah masuk dalam kategori pelanggaran berat.
“Karena jenis pelanggarannya masuk kategori berat maka sudah selayaknya juga MKD segera membentuk panel sebagaimana diamanatkan dalam peraturan DPR No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Beracara MKD pasal 39 ayat (1),” ujar Ray.
Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan berkas laporan Sudirman Said atas Setya Novanto yang diduga melakukan pencatutan nama presiden dan wakil presiden di MKD. Pemeriksaan ini sekaligus untuk menetapkan apakah laporan ini layak ditindaklanjuti atau tidak dan jika berlanjut maka jenis sidang terbuka atau tertutupkah yang akan dilakukan.
“Hampir tak ada alasan untuk tidak menerima laporan SS terkait dugaan adanya pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Alat bukti telah tersedia berupa rekaman dan transkrip pembicaraan,” kata dia.
“Sejauh ini, Setya Novanto telah menyebut pembicaraan itu ada sekalpun kemudian akhir-akhir ini Setya Novanto berkilah soal kebenaran rekaman. Tapi itu tidak terlalu sulit untuk membuktikannya. Pada sidang-sidang berikut hal itu akan dengan mudah dibuktikan. Adapun soal apakah redaksi pencatutan itu terdapat dalam rekaman atau transkrip jelas sudah tersedia kalimat yang bisa dinyatakan sebagai upaya pencatutan nama seseorang,” pungkas dia. []