JAKARTA, WB – Ketua Setera Institut Hendardi menyesalkan kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tak memasukkan tema HAM dalam debat kandidat capres cawapres.
Debat kandidat seharusnya dapat melihat integritas seorang capres dan cawapres saat memaparkan komitmennya dalam menuntaskan berbagai kasus HAM.
“Seharusnya masalah HAM menjadi salah satu agneda khusus dalam debat capres-cawapres yang digelar KPU. masalah HAM itu penting dan sudah menjadi isu global. Alangkah naifnya jika Presiden Indoensia ke depan adalah orang yang tersandera masalah HAM. Hal itu jelas merugikan kota sekaligus menghambat pelaksanaan tugasnya nanti,” kata Hendardi di Jakarta, Senin (9/6).
Dari dua paangan capres-cawapres yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK diduga ada yang terlibat masalah pelanggaran HAM di Tanah Air. Oleh karena itu, masyarakat perlu tahu, bagaimana sikap dan pandangan mereka mengenai penyelesaian dugaan pelanggaan HAM di masa lampau.
“Jangan sampai pemimpin Indonesia mendatang orang yang “cacat” dan bahkan sampai di black list didunia international karena masalah pelanggatan HAM di masa lalu,” jelas aktiis HAM itu.
Sebelumnya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Imparsial, Setara Institut dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Melawan Lupa melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Ombudsman RI.
KPU dianggap mengabaikan rekomendasi untuk memasukkan isu peradilan HAM sebagai salah satu konten debat calon presiden. Hendardi menuding KPU sengaja menutup diri mengenai rekomendasi dimasukkannya isu Hak Asasi Manusia dalam menyeleksi calon presiden.
Pada dasarnya KPU paham mengenai isu HAM yang sudah banyak digerakkan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyrakat. Hanya saja KPU menurutnya tidak mau bekerja lebih keras agar oknum-oknum pelanggar HAM tidak bisa lolos dalam seleksi capres.
“Bukan hanya sekarang kami (Setara Institut) dan kawan-kawan yang bergerak dalam isu HAM ini mengajak KPU memasukkan syarat bersih dari HAM untuk calon pemimpin negara. Tapi mereka tidak mau memproses,” kata Hendardi lagi.
Dia mengatakan pihaknya tidak pernah diajak berdialog oleh KPU, apakah rekomendasi rekam jejak dimasukkan ke dalam persyaratan peserta capres. Untuk itu, ia menganggap KPU bersalah karena telah mengabaikan masukan masyrakat yang ingin pemimpin yang bersih dari perilaku-perilaku kejahatan.
“Kalau saya katakan KPU ini bebal. Tak mau bekerja lebih ekstra. Atau mungkin juga menutupi aib salah satu peserta,” tegas Hendardi.[]