WARTABUANA – Perubahan iklim memiliki dampak yang menghancurkan pada perekonomian Eropa, dengan cuaca ekstrem saja dapat menyebabkan kerugian rata-rata 12 miliar euro (1 euro = Rp17.129) dalam setahun, demikian diungkapkan Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk Kesepakatan Hijau Frans Timmermans di Brussel pada Rabu (24/2).
Ketika dirinya mengungkapkan Strategi tentang Adaptasi Perubahan Iklim yang baru diadopsi oleh Uni Eropa (UE), Timmermans mengatakan bahwa kerugian ini dapat melonjak hingga 170 miliar euro dalam setahun jika kenaikan suhu 3 derajat Celsius tidak dicegah.
Selain itu, terdapat pula ancaman berkembang lainnya seperti kenaikan permukaan laut, yang menimbulkan risiko kerugian hingga 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan di wilayah pesisir Eropa.
Strategi baru tersebut bertujuan untuk menjadikan Uni Eropa netral iklim dan tahan iklim pada 2050 mendatang, ujarnya, seraya menambahkan bahwa strategi itu juga akan mempersiapkan Eropa terhadap dampak perubahan iklim yang tidak terhindarkan.
Berdasarkan Strategi Adaptasi Perubahan Iklim 2013, strategi baru UE tersebut bertujuan untuk menggeser fokus dari memahami masalah menjadi mengembangkan solusi, dan beralih dari perencanaan menjadi implementasi.
Lebih lanjut, strategi baru itu mengajukan adaptasi yang lebih cerdas dan peningkatan dalam berbagi data. Dengan demikian, para petani dapat merencanakan dengan lebih baik tanaman yang mereka tanam dan keluarga yang membeli rumah dapat mengetahui risiko iklim yang mungkin mereka hadapi.
“Pandemi COVID-19 telah menjadi peringatan yang jelas bahwa persiapan yang tidak memadai dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan. Tidak ada vaksin untuk melawan krisis iklim, namun kita masih dapat memeranginya dan bersiap menghadapi efek yang tidak dapat dihindari,” imbuhnya.
“Strategi adaptasi iklim yang baru tersebut membekali kita untuk mempercepat dan memperdalam persiapan. Jika kita bersiap hari ini, kita masih dapat membangun hari esok yang tahan iklim,” ujarnya. [Xinhua]