JAKARTA, WB – Salah satu dokter dari lembaga amal Without Borders (Medecins sans Frontieres), menjelaskan bahwa serangan senjata kimia di Suriah diduga menggunakan dua jenis bahan kimia. Dokter mengatakan, mereka menemukan gejala korban yang terkena racun agen saraf jenis klorin, dengan terciumnya bau pemutih di rumah sakit.
Dalam tubuh beberapa orang yang tewas dalam serangan, termasuk anak-anak, tidak ditemukan adanya tanda-tanda cedera yang terlihat. Dokter Mouin Abed al-Menem mengatakan, gas beracun telah membunuh korban di tempat tidur mereka.
“Mereka menggigil, tercekik, dan mereka mengeluarkan buih dari mulut,” kata seorang relawan dari White Helmet, yang mengaku telah melihat beberapa korban kehabisan napas dan tewas, dikutip The Independent, Kamis (6/5/2017).
Namun, Without Borders juga menemukan gejala korban di Khan Sheikhoun yang terkena paparan racun agen saraf jenis gas sarin. Gas sarin adalah agen saraf yang tidak berbau dan berwarna.
Gas beracun ini menyebabkan kejang-kejang, sesak napas, muntah, pupil melebar, batuk darah, dan mulut berbusa jika dihirup. Gas sarin cukup mematikan jika sangat terkonsentrasi atau setelah terhirup terlalu lama.
“Sangat mungkin bahwa korban terkena setidaknya dua racun kimia agen saraf yang berbeda,” tulis Without Borders dalam laporannya.
Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad telah menyerahkan 1.300 ton senjata kimia kepada Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW). Penyerahan dilakukan setelah serangan gas sarin pada 2013 yang menewaskan ratusan orang di Ghouta, pinggiran Damaskus.
Dewan Keamanan PBB melakukan pertemuan darurat pada Rabu (5/4) untuk membahas situasi di Suriah. Duta besar AS untuk PBB, Nikki Haley, menuduh Rusia menutup mata terhadap kebiadaban rezim Assad.[]