WARTABUANA – Belum hilang dari ingatan kita kasus dugaan penipuan investasi dan money game yang dilakukan PT QN Internasional Indonesia (PT QNII) yang terjadi di wilayah hukum Polres Lumajang, Jawa Timur. Saat ini, manajemen perusahaan itu sedang mengajukan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) baru di Kemendag.
Terungkapnya kasus yang sempat menyita perhatian publik karena banyaknya warga telah menjadi korban itu berawal dari keberhasilan Tim Kobra Polres Lumajang mengungkap kasus penipuan dengan tersangka Karyadi, Direktur PT Amoeba Internasional.
PT Amoeba Internasional berafiliasi dengan PT QNII yang biasa disebut QNet yang diduga melakukan praktek bisnis investasi dengan kedok Multi Level Marketing (MLM) dan mempraktekan bisnis dengan skema piramida.
Namun pada prakteknya, perusahaan itu menyalahi aturan main sebagai perusahaan MLM. Polres Lumajang telah menetapkan 15 tersangka yaang dipersangkakan dengan 5 Pasal antara lain; tindak Pidana Penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara (KUHP), tindak Pidana melakukan perdagangan tanpa memiliki perizinan di bidang perdagangan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara (UU Perdagangan), tindak Pidana menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara (UU Perdagangan).
Amoeba juga diduga melakukan tindak Pidana mengedarkan alat kesehatan tanpa izin edar dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara (UU Kesehatan) dan tindak Pidana Pencucian Uang yaitu menyembunyikan dan menyamarkan asal usul uang/harta kekayaan yang seakan-akan diperoleh dari hasil yang legal.
“Jika sudah jelas statusnya selesai semua, barulah diverifikasi. Asosiasi harus hati- hati menangani perusahaan bermasalah, karena akan menjadi sorotan publik”
QNet tidak memiliki perizinan bisnis MLM nya dikarenakan izin SIUPL. nya telah berakhir sejak tahun 2018 lalu. Saat ini QNet sedang mengajukan permohonan SIUPL-nya di Kementrian Perdagangan dan salah satu syarat adalah melakukan verifikasi pada asosiasi penjualan Langsung yang diakui keberadannya di Indonesia.
Seperti kita ketahui bahwa sebelumnya QNet terdaftar sebagai anggota APLI ( Asosiasi penjualan langsung Indonesia ) sejak tahun 2015 dan telah diberhentikan keanggotannya sejak 8 November 2019.
Mengutip keterangan Ketua Umum APLI Kany Soemantoro bahwa alasan diberhentikannya QNet sebagai anggota APLI dikarenakan perusahaan dianggap melakukan pembiaran berkali-kali terhadap perilaku membernya yang sering menyalahi kode etik dan terlalu banyak kasus setiap tahun dan banyak juga laporan masyrakat kepada APLI. Hingga akhirnya QNet memilih AP2LI ( Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia ) untuk memverifikasi sebagai salah satu syarat dalam memperoleh izin SIUPLnya.
Kabarnya, AP2LI telah meloloskan verifikasi perusahaan yang tersangkut kasus hukum di Polres Lumajang itu sehingga saat ini QNet dapat memasuki tahap pemeriksaan SIPT ( Sistem Informasi Pelaporan Terpadu) pada Kementerian Perdagangan.
Saat dihubungi untuk dikonfirmasi, Direksi PT QNII Hendra Nilam tidak mau berkomentar dan meminta wartabuana.com menghubungi salah satu pengelola QNet. Saat dihubungi, nomor ponselnya tidak aktif. Begitu juga pesan singkat yang dikirimkan tidak mendapat respon.
Sementara itu seorang pejabat di Bagian Bina Usaha Kemendag berinisial ‘R” yang mengurusi perizinan itu tidak mau berkomentar terkait kebenaran kabar tersebut.
Menurutnya, informasi apapun yang akan dipublikasikan harus keluar dari satu pintu, yaitu bagian Humas Kemendag. Menurut Olvy Andrianita, selaku Kepala Humas Kemendag, pihaknya tidak bisa memberikan informasi terkait proses perizinan. Informasi apakah permohonan izin diterima atau tidak hanya akan disampaikan kepada pihak pemohon.
Olvy juga menegaskan, kini proses perizinan sudah berjalan secara online. Bahkan tidak ada peluang tatap muka antara pemohon dan petugasnya akan tetapi kabarnya pemohon dalam hal ini QNet telah bertatap muka langsung dengan pihak Kemendag.
Diduga, proses permohonan izin SIUPL QNet itu tidak lepas dari campur tangan AP2LI yang mengajukan proposal mengurus izin senilai miliaran rupiah melalui sebuah kantor konsultan. Dugaan itu dibantah Ketua Umum AP2LI Andrew A Susanto. Menurutnya, AP2LI adalah asosiasi, bukan konsultan.

“Asosiasi hidup dan beroperasional dari iuran dan sumbangan anggota. Kalau masalah proposal siapapun kan bisa saja membuat dan mengatasnamakan. Harus dipastikan dahulu kebenaran dan keasliannya,” bantah Andrew.
Terkait masalah hukum QNet yang masih berproses di Polres Lumajang, menurut Andrew sesuai Permendag 77/2019 dan Permendag 70/2019, tidak ada ketentuan larangan perusahaan mengurus izin usahanya meskipun sedang dalam status berperkara hukum.
“Tugas dan wewenang asosiasi adalah hanya sebatas sebagai verifikator, bukan yang mengeluarkan atau memberikan izin usaha. Sehingga AP2LI patuh terhadap ketentuan tersebut,” jelasnya.
Satu Suara
Menanggapi polemik yang berkembang terkait permohonan izin SIUPL QNet, Ketua Umum APLI Kany Soemantoro angkat bicara. “Harusnya sebagai asosiasi direct selling sama-sama satu suara menentang perusahaan bermasalah,” kata Kany Soemantoro.
Kany Soemantoro memastikan, jika ada sebuah perusahaan dalam posisi yang dialami QNet mengajukan permohonan verifikasi, pihaknya akan meminta keterangan tertulis dari kepolisan terkait kasusnya. “Kami akan meminta Surat Keterangan Penghentian Penyidikan atau SP3 dari kepolisian dalam hal ini Polres Lumajang,” ujar Kany Soemantoro.
Selanjutnya Kany akan meminta syarat standar lainnya seperti marketing plan dan kode etik yang sesuai aturan dan benar-benar digunakan di lapangan. “Setelah semua itu ada, baru kami terima permohonan verifikasinya, banyak Marketing Plan yang diajukan untuk verifikasi dengan praktek di lapangan sangat berbeda. Apalagi untuk perusahaan yang terus menerus bermasalah pastinya APLI akan lebih berhati hati. ” tegasnya.
Kany berharap AP2LI lebih selektif melakukan verifikasi, terutama untuk perusahaan yang sedang terkait kasus hukum dan menjadi perhatian publik seperti ini. “Setahu saya yang baru mendapatkan SP3 hanya dua orang, yaitu direktur dan komisarisnya saja. Untuk direksi yang lain belum, bahkan CEO dan beberapa tersangka lain baru mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Saya tahu karena saya melihat sendiri SP3-nya,” tegas Kany.
Kany menyarankan AP2LI menanyakan langsung ke Polres Lumajang tentang kasus tersebut. “Jika sudah jelas statusnya selesai semua, barulah diverifikasi. Asosiasi harus hati- hati menangani perusahaan bermasalah, karena akan menjadi sorotan publik,” ujarnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lumajang AKP Masykur SH, saat dimintai keterangannya terkait perkembangan kasus ini, sempat bercerita jika mindik yaitu SP2HP ( Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan ) yang ditandatanganinya sempat di-upload seseorang di akun Facebook.
“Sengaja mem-viralkan, dengan unsur kepentingan nampaknya, seolah kami unprosedur, padahal kami melaksanakan normatif obyektif fakta, sebagaimana asistensi maupun mekanisme rekomendasi gelar perkara,” ungkap Masykur.
Sementara itu, Kapolres Lumajang AKBP Adewira Siregar SIK, M,Si ketika ditunjukan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan atau SP3 atas nama Ganang Rindarko dan Ina Herawati Rachman yang ditanda tanganinya tanggal 7 Februari 2020, dia menjawab bahwa kedua SP3 itu sah.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.[]