JAKARTA, WB – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, salah satu orang yang tidak sepakat dengan usulan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-Undangan mengganti UU MPR, DPR dan DPD (UU MD3).
Alasannya kata guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia ini, Perppu hanya dapat digunakan jika keadaan sedang urgent.
“Jangan disalahgunakan. Perppu itu harus keadaan urgent tak bisa digunakan sembarangan,” kata Jimly di kantor DKPP, Jumat (31/10/2014).
Dia menambahkan, saat ini pemahaman mengenai mengeluarkan Perppu belum selesai. Perppu saat ini hanya dijadikan sebagai alat jalan keluar dari sebuah masalah.
“Perppu memang kerap digunakan saat era Bung Karno, tapi hukum kita saat itu belum stabil, 32 tahun Soeharto menjabat delapan kali mengeluarkan Perppu, Habibie 3 Perppu, Gusdur 3 Perppu, Megawati 3 Perppu, dan 10 tahun SBY menjabat mengeluarkan 18 Perppu, seperti Urgent terus,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mantan ketua Mahkamah konstitusi ini menjelaskan Perppu harus melewati proses pembahasan di DPR, kalau diterima, Perppu itu akan menjadi UU, kalau tak diterima oleh DPR, maka Pemerintah harus mengajukan RUU kembali ke DPR sebagai pencabutan Perppu.
Karena sulitnya proses Perppu, maka dia menyarankan agar pihak yang merasa dirugikan dalam hal ini kubu KIH bisa menggugat kembali UU MD3 sebagai langkah penyelamatan UUD.
“Anggota inikan mendapatkan suara terbanyak dia harus memperjuangkan aspirasi masyarakat, kecuali dipilih secara proposional,” ujar Jimly. []