JAKARTA, WB – Beberapa bulan terakhir pemerintah “dibombardir” tiga isu buatan yang memojokkan, penuh fitnah, tendesius dan bisa memicu konflik horisontal. Tiga isu itu menyebut pemerintah anti-Islam, antek China, dan pro-PKI.
“Tiga itu, saya lihat, diarahkan ke Istana Kepresidenan, ke pemerintah,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (30/5/2017).
Menurut Teten, isu soal pemerintah anti-Islam, dilayangkan ketika pemerintah dituding melindungi mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus penistaan agama.
Isu pemerintah pro-PKI sering diteriakan Alfian Tanjung yang menyebut pemerintah pemerintah kerap menggelar rapat PKI di Istana Kepresidenan tiap malam. Bahkan, ia menuding Teten Masduki sebagai koordinator rapat itu. Atas perbuatannya yang dianggap termasuk ujaran kebencian, Alfian ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Teten, ketiga isu tersebut sudah mubazir dan tidak produktif. “Daripada menyebar isu, lebih baik kritik program, kritik kinerja pemerintah. Itu ada gunanya untuk melecut pemerintah supaya lebih produktif untuk membangun kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan kepolisian menetapkan Alfian Tanjung sebagai tersangka dalam dugaan penyebaran ujaran kebencian. Martinus juga mengatakan Alfian resmi ditahan pada 30 Mei 2017.
Alfian Tanjung dilaporkan karena menuduh sebagian anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah kader PKI. Tuduhan tersebut disampaikan dalam sebuah ceramah di Masjid Jami Said, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Sabtu, Oktober 2016. Video ceramahnya itu menjadi viral di media sosial.
Alfian Tanjung juga dilaporkan Sujatmiko, seorang warga Surabaya, Jawa Timur karena memberikan ceramah dengan materi tentang PKI. Martinus mengatakan penahanan Alfian dilakukan atas kasus yang menjeratnya di Surabaya. Kepolisian menilai penyampaian Alfian Tanjung mengarah pada menebar kebencian dan melanggar penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Bambang Tri Mulyono yang divonis 3 tahun karena menerbitkan buku “Jokowi Undercover” mengajukan banding. Pihak Kepresidenan, melalui Tenaga Ahli Utama pada Kantor Kepala Staf Kepresidenan RI, Ifdhal Kasim, mempersilahkan upaya hukum tersebut.
Ifdhal mengatakan, apapun itu hasil keputusan final di persidangan sudah sepatutnya menjadi kewenangan majelis hakim. Pihaknya pun mengapresiasi dengan baik apapun itu yang telah menjadi jawaban pada fakta persidangan.
Mantan Komisioner Komnas HAM itu menyebut, vonis hakim yang menjatuhkan hukuman tiga tahun kepada terdakwa, Bambang Tri Mulyono telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Apa yang ditudingkan kepada Pak Jokowi baik di buku atau Facebook adalah bentuk fitnah danmelanggar Pasal 28 Undang-undang ITE. Keputusan ini memperjelas jika apa yang diperbua terdakwa adalah tidak benar dan tidak mendasar. Apa yang disangkakan semua tidak benar,” terang Ifdhal.
Ifdhal pun membuka pintu selebar-lebarnya kepada terdakwa yang akan berupaya mengajukan permohonan banding ke tingkat Pengadilan Tinggi. “Silakan jika ingin banding, itu hak terdakwa. Dari kasus ini kita harus berkaca supaya lebih bijak dalam menggunakan medsos. Gunakan kebebasan dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya. []