JAKARTA, WB – Bentrokan antara dua institusi hukum TNI-Polri yang terjadi kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir di Batam, dinilai oleh koordinator Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menunjukkan makin buruknya hubungan psikologis antara kedua institusi aparatur keamanan tersebut.
“Makin buruk hubungan institusi kedua aparatur keamanan di negara ini,” ujar Neta kepada wartabuana.com, Kamis (20/11/2014).
Menurut Neta, ada tiga penyebab utama dalam kasus bentrokan TNI-Polri di Batam. Pertama, tidak terkendalinya aksi backing membacking, baik dalam bisnis legal maupun ilegal, yang dilakukan oknum-oknum kedua institusi.
Kedua, masih membaranya dendam kesumat antar oknum kedua institusi pasca bentrokan 21 September 2014, yang menyebabkan empat anggota Batalion 134 Tuah Sakti tertembak.
Ketiga, penggunaan seragam loreng militer pada anggota Brimob, yang dinilai sebagai wujud arogansi Polri.
“Penggunaan seragam loreng pada Brimob telah membuat lapisan bawah TNI tersinggung hingga gampang terpicu emosinya jika berhadapan dengan anggota Brimob,” ujar Neta.
Adanya bentrokan itu, Neta mendesak pemerintah harus segera memerintahkan Kapolri Sutarman agar mencabut penggunaan seragam loreng pada Brimob. Jika hal ini tidak dilakukan bentrokan TNI-Brimob dikhawatirkan akan meluas ke daerah lain.
Neta melanjutkan, dengan terjadinya bentrokan di Batam, pemerintah perlu segera mencopot Kapolda Kepri dan Danrem setempat serta mengevaluasi dan mencopot kepemimpinan TNI-Polri.
“Bagaimana pun bentrokan ini tak terlepas dari kelenggahan elit-elit TNI-Polri dalam mencermati dinamika di Batam pasca bentrokan 21 September 2014 lalu. Bentrokan kedua yang terjadi di Batam, tidak hanya menakutkan masyarakat, tapi juga akan membuat investor asing takut masuk ke Indonesia,” tandas Neta. []