JAKARTA, WB – Psikolog Elly Risman menuturkan disiplin adalah masalah paling rumit karena orang tua mempunyai pengalaman pengasuhan masing-masing yang berujung pada inkonsistensi penegakan disiplin dalam keluarga. Kata kunci menerapkan disiplin adalah jangan seperti tukang bangunan yang hanya punya palu. Menyikapi anak tidak dengan satu alat. Umumnya palu kita adalah marah, hukuman, hadiah, pukul atau paksa.
“Disiplin adalah masalah paling rumit karena anak unik. orang tua belum sadar kepribadian anak dan kedua orang tua sangat berbeda. Hal itu juga akan menjadi rumit karena orang tua tidak tahu bagamaina cara yang tepat dan benar kapan dan bagaimana serta apa akibat jangka pendek dan jangka panjang dari disiplin yang diterapkan,” urai Elly yang juga Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati tersebut.
Menurut Elly hukuman membuat anak tidak belajar apa yang harus dilakukan jika situasi sama muncul lagi. Hukuman juga membuat anak tidak belajar mengendalikan situasi dan dirinya.
“Kontrol terhadap sesuatu ada di luar diri anak. Tanggung jawab ada pada orang tua. Anak mengenang ortu sebagai sosok yang galak,” imbuh Elly.
Hukuman sambung Elly juga merusak harga diri anak karena menyakitkan secara fisik dan perasaan. Hukuman hanya membuat anak merasa takut pada orang tua, melawan, bohong melakukan sesuatu diam-diam dan kontrol diri anak tidak terbentuk.
“Tidak ada hukuman yang efektif. Ada cara lain untuk disiplin selain menghukum. Hukuman efektif hanya saat anak berusia kurang dari tujuh tahun dan tidak efektif jika terlalu sering dilakukan,” terang Elly.
Elly menambahkan hukuman ataupun konsekuensi tidak selamanya kita ada dan tidak selamanya kita bersama anak kita. Sehingga yang perlu dilakukan bukan menghukum tetapi mendidik kontrol diri anak melalui kesepakatan atas konsekuensi.
Soal pemberian hadiah apakah baik untuk membentuk karakter anak. Elly menegaskan pemberian hadiah mengajarkan anak mempunyai hak mengharapkan bayaran untuk melakukan sesuatu bukan untuk bekerjasama.
“Hadiah memang berakibat lebih baik, menyenangkan dan mengikat kasih sayang tapi tidak diberikan terus menerus. Tak setiap prestasi diberi hadiah. Prestasi untuk diri sendiri. Hadiah bukan “sogokan” boleh memberi hadiah tapi tidak dijanjikan di depan. jika dijanjikan di depan akibatnya anak jadi penuntut,” terang Elly.
Hadiah menurut Sarjana Psikologi Universitas Indonesia tersebut tidak selamanya harus benda. Bisa waktu, kesempatan kasih sayang, cinta dan harus sesuai dengan usia. Jika sejak kecil diberi hadiah besar saat ia dewasa apa lagi? Hadiah akan kehilangan makna.
“Menegakkan disiplin bagi anak lebih dari tujuh tahun banyak diskusi dalam perumusan kesepakatan aturan dan konsekuensi. Harus keputusan bersama kecuali untuk aturan yang harga mati. Menegakkan disiplin bagi anak kurang dari tujuh tahun. Gunakan reason why. Kemukakan alasan kenapa ini harus dan kenapa ini tidak boleh,” tandas Elly. []