WARTABUANA – Asosiasi Gabungan Operator TV Kabel Indonesia meminta aparat Polri untuk tidak bertindak secara semena-mena terhadap anggotanya, dikarenakan para anggota Asosiasi TV Kabel ini menyiarkan siaran berdasarkan perintah undang-undang.
Hal ini terungkap saat sidang pengujian Pengujian Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah sengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang ini merupakan sidang ketujuh dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 78/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh PT Nadira Intermedia Nusantara.
Pada sidang keenam sebelumnya, Candi Sinaga dari Asosiasi Gabungan Operator (GO) TV Kabel Indonesia mengatakan, para anggota TV kabel tersebut melakukan penyiaran dengan menyediakan 10 persen dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta.
“Namun mereka selalu saja mendapatkan tekanan dan intimidasi dari grup-grup TV besar di Indonesia, baik melalui peringatan somasi, laporan kepolisian, bahkan ada yang menjadi tersangka oleh kepolisian di daerah,” kata Candi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (6/3).
Padahal, menurut Candi, sesuai aturan anggota sudah memenuhi kewajiban sebagai UMKM dan taat pada aturan.
Namun ironisnya, anggota Asosiasi Gabungan Operator TV Kabel Indonesia justru diperlakukan layaknya seperti seorang kriminal oleh grup-grup TV besar yang telah melakukan somasi dan laporan ke polisi dengan dalil hukum UU Hak Cipta.
Selain itu, Candi mengungkapkan, berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI pada 2019 telah menetapkan program free to air gratis di lembaga penyiaran berlangganan serta adanya nota kesepahaman antara KPI dan Polri tentang penyelenggaraan penegakan hukum bantuan teknis dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia di bidang penyiaran.
Tetapi kenyataannya, setiap kali polisi mendapat laporan terkait angggota GO TV Kabel Indonesia, polisi tidak melakukan koordinasi dengan KPI baik di tingkat pusat maupun daerah.
Bahkan kepolisian langsung menetapkan anggota GO TV Kabel Indonesia menjadi tersangka.
Senada dengan Candi, Mulyadi Mursali dari ICTA dan Ivone Woro Respatingrum selaku pihak terkait juga menggarisbawahi hal yang sama. Yaitu anggota mereka mendapat somasi dari pengusaha besar media penyiaran dengan memerintahkan tidak lagi melakukan penyiaran saluran lembaga penyiaran swasta, atas dugaan pelanggaran maupun tindak pidana di bidang penyiaran.
Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan telah dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 25 Ayat (2) huruf a UU Hak Cipta karena dianggap melakukan penyiaran ulang siaran”.
Pemohon yang melaksanakan ketentuan UU Penyiaran untuk menyalurkan paling sedikit 10% dari program lembaga penyiaran publik (TVRI) dan lembaga penyiaran swasta (TV-TV swasta yang bersiaran secara free to air) justru dilaporkan oleh karyawan PT. MNC Sky Vision ke pihak kepolisian karena menayangkan hasil karya cipta TV MNC Group.[iast]