JAKARTA, WB – Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi ikut menanggapi adanya perbedaan survei yang dilakukan oleh masing-masing lembaga survei dalam merilis Quick Count atau hitungan cepat atas perolehan suara pemilu presiden dari dua kandidat yang bersaing yakni Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Menurutnya, kedua kubu boleh saja mengklaim telah memenangkan Capres dan Cawapresnya. Namun ia yakin lembaga survei yang bekerja karena dibayar oleh pasangan tertentu, lebih banyak mengalami potensi kekalahan, dibanding survei yang bukan pesanan.
Suhardi menjelaskan, kesalahan lembaga survei juga bisa disebabkan karena metode yang dipakai terlalu sederhana dengan populasi sampel terlalu kecil. Sehingga tidak sebanding dengan jumlah populasi secara keseluruhan.
“Ini kan kadang sampelnya sangat kecil, misalnya saja jumlah penduduk kita 200 jutaan, tapi sampel nya hanya 0,1 atau bahkan 0,00000 sekian. Jadi kemungkinan salahnya lebih besar, apa lagi kalau survei itu bayaran untuk memenangkan salah satu pihak,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis, (10/7/2014).
Untuk itu, Suhardi menilai Quick Count yang dirilis lembaga survei tidak bisa jadi patokan. Ia mencontohkan kejadian Pilkada DKI Jakarta 2012, semua lembaga survei memprediksi Fauzi Bowo menang, tapi kenyataannya hasil hitungan KPU menyatakan Jokowi yang menang.
Dengan demikian, ia menganggap hasil Quick Count sementara ini belum bisa menjadi dasar hukum pasangan si A atau si B menang. Ia bersama tim pemenangan Prabowo memilih sabar menunggu keputusan KPU pada 22 Juli mendatang.
Diketahui, pasangan Prabowo Subianto telah dimenangkan oleh empat lembaga survei yakni Lingkar Survei Nasional (LSN), Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis, (Puskaptis), Indonesia Research Center, dan Jaringan Suara Indonesia.
Sedangkan pasangan Jokowi-JK dimenangkan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Populi Center, CSIS, Litbang Kompas Indikator Politik Indonesia, RRI, Saiful Mujani Research Center dan juga Poltracking Institute. []